Dugaan Pungli Prona, Ormas FPR Kembali Datangi Kejati Bengkulu

Bengkulu, BM – Kasus dugaan pungli pembuatan sertifikat Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) tahun 2016 yang diduga dilakukan 28 oknum kepala desa di wilayah Bengkulu Selatan, Ormas FPR (Front Pembela Rakyat) Provinsi Bengkulu bersama masyarakat Desa Padang Nebung kembali datangi Kejati Bengkulu guna mempertanyakan tindak lanjut kasus tersebut. Pasalnya diduga sprindik belum diserahkan kepada pihak Kejari Bengkulu Selatan.

Terkait itu, Ketua Ormas DPD FPR Provinsi Bengkulu menuturkan sprindik yang dikeluarkan oleh pihak Kejati Bengkulu terkait kasus dugaan pungli pembuatan prona tahun 2016 diketahui dari salah satu penyidik Kejati Bengkulu diduga sprindik tersebut belum resmi diserahkan ke Kejari Bengkulu Selatan.

“Kita datang kesini salah satunya mempertanyakan tindak lanjut kasus dugaan pungli pembuatan sertifikat prona pada tahun 2016 yang telah dilakukan oleh oknum kades di wilayah Bengkulu Selatan dan sudah kami laporkan beberapa hari yang lalu. Selain itu, sesuai keterangan pihak penyidik, diduga pihak Kejati bersangkutan tidak menyampaikan Sprindik tersebut. Ya wajar saja kalau Kades tersebut tidak kooperatif dan tidak memenuhi panggilan dari penyidik dari Kejari Bengkulu Selatan,” tegas Rustam Efendi kepada awak media, Senin (20/3/2017).

Selain itu, guna melengkapi berkas pembuktian sudah ada 3 surat pernyataan dari 3 desa di Kabupaten Bengkulu Selatan yang menjadi korban dugaan pungli tersebut, yaitu Desa Gunung Kayo, Padang Jawi, dan Padang Nebung.

Sementara itu, salah satu warga Desa Padang Nebung, Herwan mengatakan pungutan tersebut dilakukan oleh oknum Kepala Desa beserta perangkatnya. Pungutan tersebut sekitar Rp 300 ribu hingga Rp500 ribu persertifikatnya, padahal program prona sudah disubsidi dari pemerintah.

“Kedatangan saya kesini sebagai saksi atas tindakan pungli yang dilakukan oknum kades di Desa kami, sedangkan untuk pungutan tersebut, dirinya dikenakan biaya sebesar sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu untuk satu sertifikat, dan punggutan tersebut tanpa melalui musyawarah desa,” bebernya.

Sayangnya pihak penyidik Kejati Bengkulu dan oknum Kepala Desa yang diperiksa Kejati Bengkulu belum mau memberikan keterangan terkait kasus tersebut. Hari ini sebanyak 8 kades datang memenuhi panggilan pihak penyidik Kejati Bengkulu guna di mintai keterangan lebih lanjut. (D12)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *