Kediri, BM – Konon, Wilis dinaungi berbagai misteri yang tak kasat mata atau tidak masuk logika sama sekali, tetapi misteri itu terus eksis seiring modernisasi dari masa ke masa. Perubahan Gunung Wilis sangat jauh berbeda bila kita menatap foto tempo dulu dan kita bakal tercengang perubahan yang sangat drastis. Semula kita melihat hutan yang menguasai lereng hingga puncak, tetapi kini tidak lagi, hamparan areal pertanian maupun pemukiman warga, sudah mulai merangsek menguasai setiap perbukitan. Senin (22/10/2018).
Hutan yang lebat di masa lalu, kini telah berubah, sekaligus kondisi alam yang ikut mengubah sikapnya kepada manusia. Sebagaimana penuturan Kepala Desa Blimbing, Djoeari, dulu dimasa kecilnya, kabut sudah pasti berkuasa penuh atas perbukitan di lereng Gunung Wilis, khususnya di Desa Blimbing, tetapi kini tidak lagi, kabut seakan terusir dan terpaksa harus pindah tempat.
Jalan dari Desa Blimbing menuju Desa Jugo atau sebaliknya, harus melewati hutan yang luas, dan kerap menimbulkan rasa merinding bagi yang melewatinya. Entah itu halusinasi saja atau memang ada makhluk astral disekitarnya, belum dapat dipastikan keakuratan informasi itu tanpa bukti otentik. Cerita kuntilanak, sundel bolong, genderuwo, pocong atau sejenisnya mewarnai perubahan jaman.
Misteri tetap misteri, dan misteri itu bisa lenyap, bisa juga berdampingan dengan masa. Wilis masih menyimpannya dan Wilis tetap menjadi catatan panjang. Gunung yang sangat tinggi dan terlihat dari kejauhan, menjadi ruang tersendiri bagi para penjelajah alam.
Hutan yang memisahkan dua desa, kini tidak lagi, hal ini dikarenakan adanya pembangunan moda transportasi darat yang menghubungkan kedua desa. Jarak yang harus ditempuh dari Desa Bimbing menuju Desa Jugo atau sebaliknya, bakal lebih pendek, sekaligus lebih cepat.
Jalan ini tidak muncul tiba-tiba, layaknya mitos Roro Jongrang yang dibangun hanya semalam, tetapi jalan itu dibangun selama sebulan penuh dalam TMMD yang melibatkan berbagai latarbelakang. TNI bersama Rakyat menjadi jargon yang tak terpisahkan, seiring waktu yang terus bergerak maju, jalan ini akan mengikuti perubahan jaman.
Infrastruktur bergenre gotong royong dan menjadi penghubung kedua desa, akan menjadikan segala sesuatunya lebih mudah. Dari transaksi hasil bumi pertanian maupun perkebunan, hingga pernikahan pemuda pemudi lintas desa, sudah pasti mewarnai keberadaan jalan sepanjang 1,7 km ini.
Impian menyambut harapan, begitulah visi dari sebagian besar warga yang diwakili sosok Kepala Desa yang baru saja dilantik tahun lalu. Djoeari optimis, pembangunan jalan yang menghubungkan desanya dengan desa lain bakal berdampak positif, dan hal wajar, optimis itu dikaitkan dengan kesejahteraan warganya. Impian tinggal sedikit lagi terwujud, tinggal bagaimana warga kedua desa tersebut memaksimalkannya, sekaligus memanfaatkannya. (dodik)