Kediri, BM – Mungkin mayoritas orang beranggapan miring terhadap makanan yang satu ini, tetapi hal ini wajar, dikarenakan makanan yang satu ini punya sejarah tersendiri dan itu fakta. Tanggapan beragampun muncul disana sini, bak bola liar berada didepan gawang, bila ada informasi keberadaan warga desa terkait makanan yang satu ini. Tiwul sangat identik dengan ekonomi lemah atau serba terbatas dalam hal keuangan, tetapi tidak di desa ini, orang yang berduit tebalpun juga makan tiwul, Rabu (24/10/2018).
Desa Jugo, letaknya berada di lereng Gunung Wilis dan secara administrasi, masuk wilayah Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Berada di desa ini, suhu udara terasa sebelas duabelas tinggal di tanah eropa versi KW, bisa dimaklumi suhu udara disini relatif rendah alias cukup dingin.
Makanan tiwul mendominasi dapur warga disini, tetapi jangan sekali-kali mengeluarkan statement berunsur hoax, kalau warga desa ini dalam kondisi non sejahtera atau dalam artian berada dibawah garis kemiskinan. Tiwul dan warga Desa Jugo sangat sulit dipisahkan dan hal ini bisa dibuktikan tidak lebih dari 5 menit.
Bila kita mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan sedang dan berjalan dari titik 0 km perbatasan desa hingga disekitaran puncak Gunung Wilis, perhatikan dengan seksama kanan kiri jalan. Didepan rumah-rumah warga, banyak sekali yang mengeringkan tiwul atau gaplek diatas tampah.
Ketika melihat banyaknya warga yang mengeringkan tiwul dan gaplek, perhatikan sekali lagi kondisi rumah warga dan keberadaan sepeda motor hingga kendaraan roda empat. Jelas sekali tidak sinkron bila kita berasumsi warga disini makan tiwul akibat faktor ekonomi yang terbatas.
Sebagaimana dibeberkan Surito, Kaur Pemerintahan Desa Jugo, makan tiwul bukan karena faktor ekonomi, tetapi sudah menjadi kebiasaan warga, dan jangan sekali-kali mengkait-kaitkan makanan tiwul ini dengan kesejahteraan, karena ini dilakukan tidak ada hubungannya sama sekali hal-hal yang erat kaitannya degan keuangan.
Ia bicara blak-blakan kepada Kapten Inf Warsito yang saat itu tengah mengawasi pelaksanaan TMMD di desa ini. Dirinya mengakui, memakan tiwul setiap harinya dan beras atau nasi bukan makanan pokoknya.
Masalah keuangan, Surito menolak mentah-mentah dikatakan miskin atau dalam kondisi kantong kering. Pendapatannya yang bersumber dari lahan pertanian sebagai ganjaran status perangkat desa, sudah lebih dari cukup.
Di Desa Jugo, ada beberapa warga yang menggantungkan hidupnya dari berjualan tiwul atau gaplek, dan jumlahnya tidak sedikit. Lokasi wisata disekitar Besuki menjadi pangsa pasar utama warga menjual hasil tiwul atau gaplek, dan selain itu, Pasar Mojo menjadi tujuan penjualan kedua makanan tersebut.
Memang tidak terlalu istimewa makanan tiwul eksis didesa ini, tetapi dari sinilah ada sesuatu yang bisa diambil kesimpulan, karena apapun latarbelakang ekonomi atau pekerjaannya, tiwul adalah makanannya. (dodik)