Bengkulu, BM – Ketua PWI Provinsi Bengkulu angkat bicara soal dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers oleh Ketua DPRD Kota Bengkulu Baidari Citra Dewi.
“Sangat disayangkan jika benar itu terjadi, sebagai wakil rakyat seharusnya mencerminkan kepribadian yang baik terhadap wartawan maupun orang lain. Sebagai wakil rakyat juga seharusnya tau bagaimana cara yang benar kalau mau melakukan klarifikasi atau hak jawab terhadap pemberitaan mengenai dirinya (Baidari,red),” sesal Sahyarudin, S.Sos., MM saat dikonfirmasi di Kantor PWI Provinsi Bengkulu, Selasa (23/10/2018).
Soal Ketua DPRD Kota Bengkulu sudah dilaporkan ke Polda Bengkulu oleh Pemimpin redaksi Garudadaily.com Doni Supardi, Sahyarudin mengatakan itu sudah menjadi haknya jika merasa dirugikan.
“Karena sudah ada itikad baik sebelumnya dari pihak Pemimpin redaksi Garudadaily.com untuk mediasi didampingi pengurus SMSI Provinsi Bengkulu dengan Ketua DPRD Kota, sampai saat ini apa yang menjadi kesepakatan waktu mediasi belum terlaksana. Jadi sah-sah saja jika dia (Pemimpin redaksi Garudadaily.com,red) melaporkan hal tersebut. Ini juga nanti sebagai bahan pembelajaran bagi yang lainnya, agar tidak meremehkan profesi wartawan,” tegasnya.
Sahyarudin berharap walaupun sudah dilaporkan ke Polda Bengkulu upaya damai dan saling memaafkan bisa kembali dilakukan.
“Kami berharap kedua belah pihak untuk kembali mengambil upaya damai atau saling memaafkan. Jika tidak, kami minta aparat penegak hukum harus bersikap adil saat proses hukum berjalan nantinya. Dan secara organisasi kami mendukung saudara Pemimpin Redaksi Garudadaily.com sepanjang hal tersebut sesuai procedural, serta PWI Bengkulu akan memantau dan mengawasi jalannya proses hukum nanti,” tutupnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Pemimpin Redaksi Garuda Daily Doni S, Usin Abdisyah Putra Sembiring, menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada penyidik Polda Bengkulu, terkait laporan dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers oleh terlapor, yakni Baidari Citra Dewi yang saat ini menjabat Ketua DPRD Kota Bengkulu.
“Berdasarkan keterangan klien kami ada suatu ancaman, memang tidak secara tegas meminta untuk tidak menerbitkan atau menghalangi kerja jurnalistik. Tapi ancaman tersebut terhadap pemberitaan, ini yang bagi kami suatu upaya untuk menghalangi media, menghalangi wartawan dalam menerbitkan. Padahal dalam pasal 4 (UU Pers) ada jaminan terhadap pers atas inisiatif, menerbitkan, mengutip, sepanjang itu memang fakta,” kata Usin.
Dijelaskan pendiri Kantor Bantuan Hukum Bengkulu (KBHB) ini bahwa terlapor melontarkan pernyataan tentang kemungkinan disetujuinya rencana pinjaman Pemerintah Kota Bengkulu ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) oleh DPRD.
“Waktu itu berdasarkan keterangan klien kami, terlapor ada suatu statement yang itu juga diliput media-media lain, terlapor menyampaikan bahwa ada kemungkinan rencana pinjaman ke PT SMI disetujui. Dari situ kemudian ada pemberitaan, saat wawancara langsung wartawan pelapor ikut mewawancarai terlapor, karena lambat setor berita, si pelapor lalu berinisiatif membuat berita dengan mengutip pemberitaan media lain, dan itu biasa, yang namanya merilis, mengutip, melansir itu biasa,” terangnya.
Karena keberatan terhadap berita yang telah terbit, terlapor lalu mengubungi wartawan pelapor, bukan untuk meminta hak jawab, namun mengancam bahkan mengkerdilkan profesi wartawan.
“Lalu kemudian si terlapor menghubungi wartawan klien kami dan ditujukan kepada individu, kalau memang kemudian dia keberatan terhadap pemberitaan, dia punya hak jawab, tapi dia tidak melakukan. Malah kemudian mengancam untuk menuntut, ini yg keliru menurut saya, tidak pas la sebagai pimpinan dewan melakukan hal seperti itu,” lanjut Usin.
“Dan sampai hari ini, berdasarkan informasi yang kita dapat, pimpinan dewan tersebut tidak ada upaya itikad baik, ini yang tidak benar, kalau dia dalam kerja-kerja pemberitaan, kerja-kerja media pers, ada upaya menggunakan hak jawab, tapi tidak dilakukan,” sambungnya.
Bahkan, terus Usin, terlapor tidak hanya melakukan pengancaman, tapi juga pengkerdilan profesi wartawan.
“Sebetulnya bukan hanya pengancaman, malah justru mengkerdilkan. Contoh kalimat yang saya dengar dari rekaman yang menyebutkan baru kecil kamu tuh jadi wartawan, itu saja sudah tidak benar, artinya bukan hanya mengancam, tapi melecehkan profesi,” pungkasnya. (Sdy)