GM BMQ Eka Nurdianty: Penangkapan Nurul Awaliyah Dinilai Penuh ‘Kejanggalan’

GM PT BMQ, Eka Nurdianty Anwar.

Bengkulu, Beritamerdekaonline.com – Penangkapan dan penahanan Nurul Awaliyah dituding penuh ‘kejanggalan’.

Seperti diketahui pihak Kejaksaan Bengkulu dibantu tim Monitoring Center atau MC Kejagung pada Jum’at (19/6) sore di Jakarta menangkap Direktur BMQ, Nurul Awaliyah.

Menurut GM PT BMQ, Eka Nurdianty Anwar beberapa kejanggalan dalam penangkapan dan penahanan Nurul Awaliyah itu diantaranya bahwa Nurul Awaliyah bukanlah buronan dalam kasus yang disangkakan.

Kemudian sudah ada putusan pengadilan negeri Bengkulu yang telah memutuskan kasus tersebut dimana pengadilan tidak bisa menerima tuntutan yang dilakukan jaksa.

“Ibu Nurul bukanlah buronan dan tak ada surat keterangan DPO yang dikeluarkan lalu tiba-tiba dilakukan penangkapan. Ini jelas ada kejanggalan,” kata Eka dalam keterangan persnya kepada awak media.

“Namun dikarenakan ibu Nurul kooperatif dan mau menyelesaikan masalah ini secara hukum akhirnya menerima penangkapan tersebut,” lanjutnya menerangkan.

Ini terkait dengan kasus penggelapan uang Rp 2 miliar yang dilaporkan Dinmar Najamudin dan sudah keluar hasil pengadilannya itu, Eka mengatakan pihaknya melalui tim pengacara juga sudah melayangkan surat banding.

Banding dilakukan karena pihaknya ingin menjelaskan terkait ketidak hadiran Nurul Awaliyah selama persidangan yang membuat tuntutan jaksa ditolak.

“Jadi kita bukannya senang dengan hasil putusan pengadilan justru kita ingin masalah ini bisa diselesaikan secara terang benderang. Siapa yang salah,” ujarnya.

Dikatakan Eka, bahwa kasus yang disangkakan kepada Nurul Awaliyah sebelumnya sudah dilakukan gelar perkara di Jampidum Kejagung.

Dimana hasilnya bahwa tidak ada upaya penggelapan uang yang dilakukan Nurul seperti yang dilaporkan oleh pihak Dinmar Najamudin.

“Uang Rp 2 miliar itu adalah pembayaran yang dilakukan pihak Dinmar kepada Nurul Awaliyah sebagai upaya damai atas tindak pidana pemalsuan tandatangan yang dilakukan Dinmar dan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik yang melanggar pasal 263 dan 266 KUHP. Kasus ini sendiri sudah digelar di Mabes Polri padan tahun 2016 lalu,” bebernya.

“Justru sebaliknya pihak Dinmar melanggar seluruh kesepakatan damai tersebut dan melapor balik ibu Nurul,” jelasnya.

Eka juga menjelaskan bahwa uang Rp 2 miliar yang diberikan Dinmar pada tanggal 26 Maret 2013 itu sebagai pembayaran utang sebesar Rp 17 miliar kepada Nurul Awaliyah.

“Sampai sekarang sisa pembayaran utang itu belum dibayarkan. Bahkan mereka mengutang lagi sebesar Rp 3,5 miliar. Namun anehnya justru pihak Dinmar melaporkan Nurul melakukan penggelapan uang Rp 2 miliar yang merupakan pembayaran utang Dinmar,” terang Eka.

Terkait dengan ketidak hadiran Nurul selama 4 kali persidangan, Eka juga menjelaskan bahwa hal tersebut bukan unsur kesengajaan.

Pada sidang pertama dan kedua terang Eka, ibu Nurul tidak bisa datang karena adanya penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atas dampak pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung tempat ibu Nurul tinggal.

Pada sidang ketiga dan keempat juga terjadi PSBB yang diperluas dengan penutapan sejumlah akses transportasi dari dan keluar Bandung.

“Melalui tim pengacara hal ini juga telah kita sampaikan kepada pihak kejaksaan dan pengadilan,” tuturnya.

Bahkan, juga telah disampaikan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang menginstruksikan untuk meniadakan persidangan kecuali untuk kasus pidana korupsi.

“Bahkan tim pengacara juga sudah mengusulkan untuk dilakukan persidangan secara virtual agar proses persidangan ini tetap berjalan. Inilah bentuk keseriusan kita untuk menyelesaikan persidangan kasus ini,” tutup Eka. (Rls)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *