Kopri PB PMII Kolaborasi Kawal RUU PKS

Kopri PB PMII Kolaborasi Kawal RUU PKS.

Jakarta, Beritamerdekaonline.com – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Pengurus Besar (PB) PMII berkolaborasi dengan Komnas Perempuan, Grab Indonesia dan Titro.id mengawal Rancangan Undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS).

Ketua Kopri PB PMII Maya Muizatil Lutfillah mengatakan Kopri telah mengawal turut mengawal isu terkait perempuan yang sedang hangat, khususnya isu RUU PKS yang dikawal dari tahun sebelumnya.

“Hari ini, Kopri melalui Bidang Advokasi dan dibantu oleh Bidang Politik, Hukum dan HAM dalam memperjuangkan pengesahan RUU PKS. Kita harus peka dan mengawal isu perempuan serta kebijakannya agar dapat mencegah kekerasan terhadap perempuan. Saya mengapresiasi Grab Indonesia dan mitra pengemudi Grab yang peduli dengan isu perempuan. Mudah-mudahan kita tidak berhenti berkolaborasi di sini,” kata Maya, Jumat (02/7/2021).

Sementara, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menjelaskan dalam pengajuan RUU PKS telah melalui proses yang panjang. Usulan ini berbasis data dalam 15 tahun terkait kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan. Dalam penyusunannya juga telah berkonsultasi dengan berbagai lembaga, seperti kepolisian, pusat krisis terpadu, pengada pelayanan dan lainnya.

“Komnas Perempuan juga terus melakukan pemantauan terhadap kasus-kasus yang ada, untuk melihat penanganannya lebih baik atau tidak. Selain itu, kami berkomunikasi dengan pemerintah untuk pengesahan RUU PKS ini,” ujar Andy.

Lanjutnya, RUU PKS ini diperlukan karena beberapa permasalahan. Pertama, kondisi kekerasan seksual di Indonesia membahayakan. Korban kekerasan seksual ini bisa siapa saja, pelakunya pun bisa siapa saja. Pelaku tidak mengenal jabatan dan status sosial tertentu. Kedua, sistem hukum Indonesia belum mengakomodasi ragam situasi kekerasan seksual yang terjadi di lapangan. Ketiga, KUHAP hanya berfokus pada pemidanaan pelaku dan tidak menunjukkan keberpihakan terhadap korban.

Dilain pihak, Koordinator Seknas Forum Pengada Layanan, Veni Siregar berbagi pengalaman kendala yang dihadapi korban kekerasan seksual. Beberapa kendala di antaranya dari kebijakan, layanan pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat.

“Menghadapi tantangan dalam mendampingi korban kekerasan seksual. Mereka menghadapi proses hukum yang tidak pasti, akses layanan korban, keamanan pendamping, menguatkan korban dan keluarga serta kriminalisasi dan perundungan,” sampainya.

Ditambahkan, Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan Bidang Perlindungan Perempuan, Hindun Anisah mengungkapkan kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Menurutnya, kekerasan dan pelecehan seringkali dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan sehingga korban akan mengalami kesulitan membela diri.

“Kebijakan non diskriminatif mengatur adanya kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan, perlakuan, pengupahan tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, politik dan asal dalam masyarakat. Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan di lapangan pekerjaan juga telah diatur, meliputi hak-haknya,” kata Hindun.

Namun, lanjut Hindun, terdapat tantangan di tempat kerja berkaitan dengan perlindungan perempuan. “RUU PKS masih belum disahkan, pengawasan ketenagakerjaan terhadap norma di tempat kerja, komitmen perusahaan untuk stop kekerasan seksual. Perlu juga peran Serikat Pekerja/ Serikat Buruh untuk mendorong perusahaan komitmen perusahaan membentuk Komite Sensitif Gender,” ajak Hindun.

Kolaborasi ini dikemas dalam Virtual Bootcamp membahas “Mengapa RUU PKS Penting untuk Melindungi Korban?”.

Acara kali ini menghadirkan narasumber Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan Bidang Perlindungan Perempuan Hindun Anisah dan Koordinator Seknas Forum Pengada Layanan Veni Siregar. Sementara itu, dialog ini dipandu oleh jurnalis Tirto.id, Joan Aurelia. (rls)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *