Ancam Krisis Pangan Dunia, Indonesia Benahi Kebijakan Pangan Terbaru

Beritamerdekaonline.com, Jakarta – Isu serius terkait ancaman krisis pangan global berlangsung beberapa tahun terakhir.

Agenda pembahasan dari para pemimpin dunia terus berlangsung pada berbagai tingkatan diplomasi internasional. Tak terkecuali Indonesia juga harus membenahi kebijakan dibidang tata kelola pangan.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, DR Zulkifli Hasan mengajak Indonesia agar terus melakukan swasembada pangan disaat krisis global yang melanda.

“Semoga dengan diskusi pembenahan kebijakan pangan, Indonesia tidak lagi mengekspor bahan pangan lagi,” kata Zul panggilan akrabnya, di Sultan Hotel, Jakarta, kamis (16/3/23).

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menginginkan adanya program korporasi petani untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Disaat yang sama, gagasan ide korporasi petani, kata Moeldoko, dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo pada 2017.

Arahan tersebut ditindaklanjuti oleh Kementerian Pertanian melalui pedoman pengembangan kawasan pertanian berbasis korporasi petani yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 tahun 2018.

Korporasi petani sebagai suatu usaha pertanian yang mandiri, berdaya saing dan berkesinambungan akan memberikan pembinaan, pengawalan.

Termasuk juga pemberian bantuan benih, pupuk, alat pascapanen dan pengolahan, serta pelatihan pemasaran kepada para petani yang menjadi anggota sekaligus pengelola korporasi.

Berdasarkan hasil riset Nagara Institute, yang dikutip KSP, disebutkan saat ini terdapat tren penurunan kesejahteraan petani dan minat generasi muda untuk bertani.

Tidak beda jauh dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebutkan bahwa sebagian besar jumlah penduduk miskin ada di sektor pertanian.

Rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian menyumbang kontribusi terbesar yakni 46,30 persen. Pendapatan rata-rata per bulan di sektor pertanian di tahun 2022 pun tercatat hanya sebesar Rp1,9 juta.

“Petani itu tantangannya, lahan semakin sempit dan rusak. Petani kita juga tidak serta merta bisa menerima teknologi. Terkait manajemen keuangan, ya begitu petani kita tidak bisa menghitung. Belum lagi ketika pascapanen, pasti ada loss (kerugian) 10 persen,” ujar Moeldoko.

Sehingga pada saat panen, korporasi bisa memberikan manfaat kepada petani.

Selain itu, walaupun pemerintah mengalokasikan KUR pertanian sebesar Rp70 triliun pada 2021, menurut Moeldoko, petani masih mengalami kesulitan dalam mengakses permodalan karena berbagai macam faktor mulai dari literasi hingga urusan birokrasi.

“Ada tiga hal yang mengakibatkan harga pangan naik yakni harga energi naik, kebijakan nasional dan kegagalan panen. Ini jangan dianggap remeh karena persoalan pangan adalah isu global. Namun, setelah memahami tantangan tersebut, kita mau ngapain? Itu yang harus dipikirkan,” pungkas Moeldoko. (@ms)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *