Beritamerdekaonline.com, Padang Lawas – Pembentukan koalisi partai politik yang hanya didasari hasrat untuk berkuasa telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Menurut Amran Pulungan, Direktur Eksekutif Lembaga Pemerhati Pembaharuan Indonesia (LP2I) Padang Lawas, partai politik saat ini cenderung pragmatis dan hanya mengutamakan calon yang memiliki popularitas tinggi dan modal besar.
Dalam konferensi persnya yang digelar pada Jumat sore, 19 Juli 2024, di Pasar Sibuhuan, Amran menyatakan bahwa partai politik enggan mengeluarkan tenaga dan biaya untuk mendukung calon kepala daerah yang tidak memiliki peluang besar untuk menang. “Indikator utama pencalonan adalah popularitas dan elektabilitas. Partai pragmatis dan rasional, hanya ingin menang pemilu,” tegasnya.
Amran menambahkan bahwa sikap pragmatis partai politik ini mengakibatkan masyarakat tidak disuguhi calon alternatif. Hal ini berdampak pada tidak adanya debat program dan visi-misi antar calon, sehingga pemilih tidak memiliki pilihan untuk memberikan suara kepada calon yang menawarkan konsep pembangunan terbaik.
Lebih jauh, Amran menjelaskan bahwa koalisi partai yang mengusung calon tunggal berpotensi menjalin kongkalikong antara eksekutif dan legislatif jika kandidat mereka memenangkan pilkada. “Seringkali koalisi besar bersikap pragmatis. Koalisinya bukan berdasarkan kesamaan ideologis, tapi ‘saya dapat apa, mereka dapat apa’,” ujarnya.
“Dampak buruknya, jika sudah ada kesepakatan di dalam koalisi tentang siapa yang mendapatkan proyek apa, pemerintahan bisa bekerja semata-mata untuk bagi-bagi kue, bukan untuk kesejahteraan rakyat,” tuturnya.
Amran juga menyebutkan bahwa partai atau tim mereka kemungkinan besar akan membantah tuduhan ini dengan alasan bahwa calon tunggal justru akan memudahkan pemerintah dalam menyusun perencanaan pembangunan dan merealisasikannya. “Artinya, anggaran dan arah pembangunan bisa diatur bersama, tidak ada hambatan apapun di DPRD. Seharusnya, angka kemiskinan turun dan layanan pendidikan serta kesehatan meningkat 100%,” katanya.
Namun, Amran menekankan bahwa tidak ada kaderisasi berdasarkan merit system dalam partai politik saat ini. “Yang dicalonkan adalah yang populer dan punya modal, meskipun ada kader yang sudah berjuang lama di internal partai,” ujarnya.
Sejak 2015, dari 28 pilkada yang diikuti calon tunggal, hanya satu yang dimenangkan oleh kotak kosong. Peristiwa ini terjadi pada Pilkada Kota Makassar tahun 2018, saat pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rahmatika Dewi gagal meraih lebih dari 50% suara sah. “Calon tunggal tidak dilarang dalam regulasi, karena masih ada peluang bagi pemilih untuk memilih kotak kosong,” jelasnya.
Amran menutup pernyataannya dengan menyoroti kegagalan partai politik dalam melahirkan kader yang berkualitas dan cenderung pada perilaku pragmatisme. “Kegagalan partai politik ini menunjukkan bahwa mereka lebih mengutamakan kepentingan jangka pendek daripada kepentingan jangka panjang yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai pandangan dan analisis LP2I Padang Lawas, kunjungi Situs Resmi LP2I Padang Lawas. (Bonardon)