“Badan Perusak” Ideologi Pancasila (?)

SEMARANG, Berita Merdeka OnlineIdeologi Pancasila telah lama menjadi landasan kokoh yang menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila adalah cerminan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, berbagai pihak mulai mempertanyakan kesesuaian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dengan prinsip-prinsip dasar ideologi tersebut. Polemik ini semakin memuncak ketika publik memperhatikan sejumlah tindakan dan kebijakan BPIP yang dianggap tidak selaras dengan esensi Pancasila.

Salah satu kasus yang menimbulkan kegemparan adalah kontroversi yang melibatkan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang “diminta” untuk melepas jilbabnya saat bertugas. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari masyarakat, terutama di media sosial, yang menuduh BPIP telah mencederai prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh Pancasila. Banyak yang mempertanyakan, bagaimana mungkin sebuah badan yang seharusnya membina dan menjaga ideologi Pancasila justru terlibat dalam tindakan yang dinilai bertentangan dengan salah satu pilar utama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa?

Kejadian ini bukan hanya memunculkan polemik, tetapi juga mengundang pertanyaan yang lebih mendasar tentang peran dan fungsi BPIP dalam konteks pembinaan ideologi Pancasila. BPIP, yang dibentuk dengan tujuan mulia untuk menguatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa, kini justru terperosok dalam kontroversi yang membuat masyarakat meragukan relevansinya. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apakah BPIP masih relevan?” dan “Apakah BPIP benar-benar menjaga nilai-nilai Pancasila?” mulai muncul di benak banyak orang.

Jika ditelusuri lebih jauh, keberadaan BPIP seharusnya menjadi jawaban atas tantangan-tantangan ideologis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, nilai-nilai Pancasila memang berpotensi tergerus oleh ideologi-ideologi lain yang datang dari luar. Namun, dengan terjadinya polemik ini, BPIP justru memperlihatkan wajah yang berbeda. Alih-alih menjadi benteng pertahanan yang kokoh, BPIP kini dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai “badan perusak” yang melemahkan integritas ideologi Pancasila.

Dalam konteks polemik ini, kita perlu melihat kembali fungsi BPIP secara objektif. BPIP didirikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 dengan tugas pokok untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila. BPIP juga bertugas untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila di seluruh Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, tugas ini tidak jarang menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda di kalangan masyarakat.

Salah satu contoh ketidakselarasan ini dapat dilihat dari kasus pelepasan jilbab Paskibraka. Tindakan tersebut, meskipun mungkin didasari oleh alasan teknis tertentu, telah mengabaikan sensitivitas masyarakat terhadap isu kebebasan beragama. Pancasila, sebagai ideologi yang menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman, seharusnya melindungi hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya tanpa tekanan atau paksaan. Ketika BPIP dianggap melanggar prinsip ini, wajar jika masyarakat merasa kecewa dan mempertanyakan keberadaan badan tersebut.

Lebih lanjut, kejadian ini juga memperlihatkan adanya kesenjangan antara tujuan ideal BPIP dengan praktik di lapangan. BPIP mungkin memiliki niat yang baik dalam menjaga kesatuan dan keselarasan ideologi Pancasila, tetapi dalam praktiknya, kebijakan yang diterapkan justru bisa menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Oleh karena itu, BPIP perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap cara kerjanya dan bagaimana kebijakan yang dibuat diterima oleh publik.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia membutuhkan lembaga yang mampu menjaga dan merawat ideologi Pancasila dengan bijaksana. BPIP, dengan segala potensi yang dimilikinya, sebenarnya bisa menjadi lembaga yang sangat strategis dalam menghadapi tantangan ideologi di masa depan. Namun, jika BPIP terus terjebak dalam kontroversi seperti ini, maka kepercayaan publik terhadap badan ini akan semakin terkikis.

Kedepannya, BPIP perlu lebih peka terhadap dinamika sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Selain itu, transparansi dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan juga harus ditingkatkan agar publik bisa memahami dan menerima setiap keputusan dengan lebih baik. BPIP juga perlu melibatkan lebih banyak elemen masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan, sehingga setiap langkah yang diambil benar-benar mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat.

Pancasila adalah ideologi yang merangkul semua warga negara Indonesia, tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan. Oleh karena itu, BPIP sebagai badan yang bertanggung jawab atas pembinaan ideologi ini, harus mampu menunjukkan bahwa mereka benar-benar menjaga dan melindungi nilai-nilai Pancasila dalam setiap kebijakan dan tindakannya. Jika tidak, BPIP hanya akan dilihat sebagai “badan perusak” yang melemahkan ideologi yang seharusnya mereka lindungi.

(Gunawan Trihantoro adalah Alumni HMI Sukoharjo dan Anggota Satupena Jawa Tengah)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *