Aniqoh, Santri Inovatif dalam Pengelolaan Sampah dan Lingkungan

Aniqotunnafiah, S.Pd., M.Ak

SEMARANG, Berita Merdeka Online – Hari Santri Nasional selalu menjadi momen refleksi bagi kaum santri, yang identik dengan wawasan keagamaan. Namun, perjalanan seorang santri tidak selalu terbatas pada bidang keagamaan semata.

Contohnya, Aniqotunnafiah, S.Pd., M.Ak., yang telah membuktikan bahwa santri masa kini mampu berkontribusi di berbagai bidang, termasuk lingkungan dan sosial.

Aniqoh, sapaan akrabnya, kini menjabat sebagai Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat NU Kecamatan Tembalang. Ia menginisiasi berbagai program pemberdayaan masyarakat, terutama dalam pengelolaan sampah.

Salah satu program unggulannya adalah Bank Sampah, yang menampung sampah plastik dan memanfaatkan maggot (belatung) untuk mengurai sampah organik.

Berkat kepeduliannya, ia telah menjadi contoh nyata bahwa santri juga bisa berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Sejak muda, Aniqoh aktif di berbagai organisasi, mulai dari Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) hingga Fatayat NU.

Aktivitasnya tidak berhenti bahkan setelah menikah dengan Tudnidl Dlomroh, S.Pd., yang juga mendukung penuh kegiatannya.

Bersama, mereka mengelola Panti Asuhan At Taqwa di Meteseh, Tembalang, dan terus berkontribusi untuk masyarakat.

Aniqoh tidak hanya berfokus pada satu bidang. Ia menyelesaikan pendidikan strata dua di Universitas Diponegoro (Undip) dan memperluas jejaringnya dalam dunia sosial.

Dukungan keluarga memungkinkan Aniqoh mengembangkan Bank Sampah miliknya menjadi lebih besar.

Bahkan, suaminya turut membantu menyediakan lahan untuk memindahkan lokasi bank sampah, yang sebelumnya berada di dekat garasi rumah mereka.

Dengan semangat belajar yang tinggi, Aniqoh mengikuti pelatihan pengelolaan sampah dari berbagai pihak, termasuk USAID.

Dari pelatihan tersebut, ia belajar tentang budidaya maggot sebagai solusi pengolahan sampah organik.

“Maggot ini sangat efektif, bisa mengurai sampah organik dengan cepat. Bahkan, maggot bisa digunakan sebagai pakan ternak, terutama ayam,” jelasnya.

Aniqotunnafiah, S.Pd., M.Ak

Di rumah maggot yang ia dirikan, Aniqoh menciptakan siklus alami. Maggot memakan sampah organik, sementara ayam memakan maggot, dan kotoran ayam digunakan kembali untuk mendukung budidaya maggot.

Siklus ini menciptakan ekosistem kecil yang tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga mendukung produksi pangan.

Selain itu, Aniqoh juga mengembangkan inovasi aquaponik, memanfaatkan drum yang berisi ikan lele dan tanaman sayuran.

“Tanaman sayuran menyerap nutrisi dari air yang terkontaminasi kotoran lele. Lele juga makan maggot, jadi semuanya saling terhubung dan efisien,” tambahnya.

Aniqoh terbuka untuk membagikan ilmunya kepada siapa saja, terutama kader Fatayat NU yang tertarik dalam pengelolaan sampah dan budidaya maggot.

Namun, ia menyadari bahwa tidak semua orang mau terjun ke bidang ini.

“Mengelola maggot butuh ketelatenan, tidak semua orang nyaman dengan belatung. Tapi saya berharap kader NU dan santri bisa mengambil peran dalam upaya pelestarian lingkungan,” harapnya.

Bagi Aniqoh, langkah kecil dalam mengolah sampah dapat berdampak besar.

Selain mengurangi polusi dan menjaga lingkungan, budidaya maggot memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan.

“Jika ditekuni, hasilnya bisa membantu mencegah banjir dan menciptakan nilai ekonomi dari sampah yang awalnya dianggap tidak berguna,” pungkasnya.

Aniqoh adalah contoh nyata bagaimana seorang santri bisa memadukan ilmu agama dengan kontribusi nyata untuk lingkungan, membuka jalan bagi generasi santri lainnya untuk berkiprah di bidang yang lebih luas. (lim)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *