Jakarta, Beritamerdekaonline.com – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamuddin, menyatakan kekhawatirannya terhadap rencana pemerintah untuk mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat. Sultan menilai bahwa subsidi BBM sangat berpengaruh terhadap ekonomi nasional, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta masyarakat kelas menengah yang kini sedang menghadapi penurunan pendapatan.
“Kami harap pemerintah dapat mengkaji secara menyeluruh terkait dampak penghapusan subsidi BBM ini. Karena yang paling merasakan dampaknya adalah kelas menengah,” ujar Sultan melalui pernyataan resminya pada Senin (04/11).
Menurutnya, BBM merupakan kebutuhan energi vital yang memengaruhi hampir seluruh sektor kehidupan. Subsidi BBM selama ini membantu menekan biaya produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan pokok. Tanpa subsidi, kenaikan harga BBM berpotensi mendorong kenaikan harga-harga barang, sehingga berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat.
Sultan menegaskan bahwa kondisi kelas menengah saat ini patut menjadi perhatian, mengingat kelompok ini memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Di tengah tren penurunan pendapatan dan meningkatnya risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Sultan menyatakan bahwa pemerintah perlu lebih bijaksana dalam mengambil kebijakan yang berdampak luas terhadap mereka.
“Jika subsidi BBM dihapus, dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat kelas menengah yang selama ini tidak berhak mendapatkan BLT pemerintah. Pemerintah sebaiknya tidak mengabaikan keberadaan mereka,” katanya.
Sultan, yang juga mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bengkulu, mengusulkan alternatif lain untuk menutupi anggaran subsidi, yaitu dengan meningkatkan pajak kendaraan bermotor. Menurutnya, pemerintah bisa menghitung ulang pajak kendaraan bermotor dengan pendekatan yang lebih ketat, melibatkan variabel emisi karbon, harga, dan bobot kendaraan.
“Lebih baik pemerintah fokus meningkatkan rasio pajak, salah satunya dengan menaikkan pajak kendaraan pribadi berdasarkan harga dan tingkat emisi tertentu,” usulnya.
Ia menjelaskan bahwa potensi penerimaan pajak dari kendaraan bermotor masih sangat besar. Lebih dari 40 persen kendaraan bermotor di Indonesia belum membayar pajak, sehingga upaya peningkatan pajak kendaraan bisa menjadi solusi yang lebih adil dibandingkan menghapus subsidi BBM yang menyasar seluruh masyarakat.
Selain itu, Sultan juga mendorong pemerintah untuk mempercepat dan memperluas kebijakan transisi energi pada kendaraan, serta memperbarui data dan teknologi dalam sistem distribusi BBM bersubsidi. Menurutnya, permasalahan subsidi atau BLT sering kali timbul akibat data yang tidak valid dan sistem distribusi yang kurang tepat sasaran.
“Subsidi dan BLT akan selalu menghadapi masalah atau setidaknya dianggap salah sasaran, karena kita belum memiliki basis data yang valid serta sistem distribusi yang kurang presisi,” pungkasnya.
Rencana pemerintah untuk mengubah skema subsidi energi dari produk BBM menjadi bantuan langsung dalam bentuk transfer tunai semakin dekat untuk direalisasikan. Meski begitu, Sultan menekankan pentingnya pengkajian lebih dalam sebelum kebijakan ini diterapkan, agar tidak membebani masyarakat yang selama ini bergantung pada subsidi BBM.