Jakarta, Beritamerdekaonline.com – 28 Januari 2025. Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyerukan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid untuk tidak takut mengungkapkan kebenaran terkait kasus penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang melibatkan pagar laut di pesisir Tangerang.
Mahfud menegaskan bahwa tanggung jawab pidana dalam kasus ini berada pada pejabat bawahan yang menerima delegasi wewenang, bukan pada menteri secara langsung. “Kalau merasa tidak terlibat, bongkar saja, Pak Menteri. Banyak kasus serupa di mana yang dihukum hanya direktur jenderal atau pegawai bawahan yang berkolusi langsung,” kata Mahfud melalui akun media sosialnya, Selasa (28/1).
Ia meminta Nusron untuk menyerahkan bukti-bukti pelanggaran hukum kepada aparat penegak hukum tanpa menutupi kasus demi menjaga reputasi institusi. “Jangan ada alasan demi marwah institusi. Serahkan bukti ke aparat hukum dan biarkan proses berjalan sesuai aturan,” tambahnya.
Kasus ini bermula dari penemuan pagar laut sepanjang 30 kilometer di perairan utara Tangerang. Nusron Wahid sebelumnya mengungkapkan bahwa area yang dipagari tersebut ternyata sudah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), meskipun lokasinya berada di kawasan laut.
“Ada 263 sertifikat HGB di kawasan tersebut,” ungkap Nusron. Rinciannya, PT Intan Agung Makmur memegang 234 sertifikat, PT Cahaya Inti Sentosa memiliki 20 sertifikat, dan sembilan lainnya atas nama perseorangan. Selain itu, terdapat 17 sertifikat hak milik atas nama individu bernama Surhat Haq.
Nusron telah mengambil langkah tegas dengan mencabut sertifikat tersebut. Menurutnya, penerbitan sertifikat HGB dan hak milik di kawasan pagar laut ini cacat baik secara prosedur maupun material.
Belakangan, Agung Sedayu Group melalui kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, mengakui bahwa dua anak usahanya, PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS), memiliki sebagian sertifikat HGB di area pagar laut tersebut. Namun, Muannas menegaskan bahwa sertifikat HGB itu hanya mencakup wilayah tertentu di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, dan tidak meliputi keseluruhan pagar laut sepanjang 30 kilometer yang menjadi sorotan.
Muannas juga menekankan bahwa kepemilikan tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Klien kami siap memberikan klarifikasi terkait hal ini,” ujar Muannas.
Kasus pagar laut di Tangerang ini kembali menjadi sorotan publik, memicu pertanyaan tentang integritas proses penerbitan sertifikat tanah. Mahfud MD mendesak pemerintah untuk bertindak tegas dan memastikan bahwa aktor-aktor intelektual di balik kasus ini diadili sesuai hukum.
Dengan langkah Nusron mencabut sertifikat yang cacat hukum, publik menantikan perkembangan lebih lanjut. Akankah kasus ini menjadi titik balik bagi reformasi dalam tata kelola pertanahan di Indonesia? ***