Anggota DPRA Tolak Asas Dominus Litis dalam RKUHAP: Ancam Kepastian Hukum dan Lemahkan Peran Polri

Anggota DPRA Komisi VI, Muhammad Zakiruddin, menyatakan penolakan tegas terhadap Asas Dominus Litis dalam RKUHAP yang dinilai melemahkan kepastian hukum dan peran Polri, Rabu (12/2/2025).

Banda Aceh, Beritamerdekaonline.com – Anggota DPRA Komisi VI 2024-2029 dari Partai Aceh (PA), Muhammad Zakiruddin, secara tegas menolak penerapan Asas Dominus Litis dalam revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Menurutnya, penerapan asas ini berpotensi melemahkan kepastian hukum dan menciptakan ketidakjelasan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

“Asas Dominus Litis bisa memicu ketidakpastian hukum dan membuka celah multitafsir yang berbahaya bagi sistem peradilan pidana kita,” tegas Zakiruddin dalam keterangannya pada Rabu (12/2/2025).

Zakiruddin menjelaskan bahwa Asas Dominus Litis memberikan kewenangan yang lebih besar kepada jaksa dalam menentukan arah suatu perkara. Hal ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan subjektivitas yang tidak terkontrol dalam proses penegakan hukum.

“Dominus Litis memberi kuasa penuh kepada jaksa dalam mengontrol penyidikan dan penuntutan. Ini bisa memicu ketidakpastian hukum serta tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan Polri,” lanjutnya.

Menurutnya, ketentuan ini tidak hanya membatasi peran Polri sebagai penyidik, tetapi juga mengancam independensi penyidikan. Polri bisa kehilangan otoritas dalam menentukan kelanjutan suatu perkara, karena keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan jaksa.

“Asas ini jelas melemahkan peran Polri. Penyidik Polri bisa kehilangan independensinya karena jaksa memegang kendali penuh,” tegas Zakiruddin.

Zakiruddin menekankan pentingnya revisi KUHAP yang memperkuat kepastian hukum dan mencegah tumpang tindih kewenangan antar aparat penegak hukum. Ia mendorong agar pemerintah dan DPR melakukan kajian yang lebih mendalam terkait dampak penerapan Asas Dominus Litis dalam sistem hukum Indonesia.

“Saya mendesak adanya kajian komprehensif dengan melibatkan akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil. Jangan sampai regulasi baru justru memperburuk masalah penegakan hukum di Indonesia,” tegasnya.

Selain itu, Zakiruddin meminta agar pembuat kebijakan lebih memprioritaskan substansi yang menjamin keadilan substantif bagi masyarakat, bukan sekadar memperkuat kewenangan institusi tertentu.

“RKUHAP seharusnya memperkuat kepastian hukum, bukan membuka celah multitafsir yang merugikan masyarakat. Jangan sampai ada kekuasaan absolut tanpa kontrol yang jelas,” tegasnya.

Zakiruddin juga mengkhawatirkan tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan Polri jika Asas Dominus Litis diterapkan. Ia menilai, dengan kewenangan penuh yang dimiliki jaksa, Polri akan kehilangan peran strategis dalam proses penyidikan.

“Dengan Dominus Litis, jaksa bisa mengintervensi proses penyidikan yang dilakukan Polri. Ini berpotensi mengganggu independensi Polri dalam penegakan hukum,” paparnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa penguatan kewenangan jaksa tanpa pengawasan yang jelas dapat membuka peluang penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah potensi konflik kepentingan dalam penegakan hukum.

Muhammad Zakiruddin menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Ia mengingatkan bahwa hukum harus menjadi instrumen yang memberikan kepastian dan keadilan, bukan malah menciptakan ketidakpastian baru.

“Hukum harus menjadi alat yang memberikan kepastian dan keadilan bagi rakyat, bukan justru menciptakan ketidakpastian dalam sistem peradilan kita,” pungkasnya. (7ef)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *