Padang Panjang (Sumbar), Beritamerdekaonline.com – Puluhan dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang menggelar aksi demonstrasi menuntut pencairan Tunjangan Kinerja (Tukin) yang dijanjikan pemerintah namun tak kunjung direalisasikan. Aksi berlangsung pada Rabu (12/02/2025) di lingkungan kampus dengan diwarnai ekspresi seni seperti pembacaan puisi, orasi, musik, dan tari sebagai simbol perlawanan kreatif.
Ketua Aliansi Dosen Seluruh Indonesia (ADAKSI) Wilayah Sumatera Barat, Aryoni Ananta, mengungkapkan bahwa permasalahan Tukin telah berlarut-larut sejak tahun 2020. Menurut Aryoni, janji pencairan yang disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, pada September 2024 belum terealisasi hingga kini.
“Menteri Nadiem menjanjikan Tukin akan dicairkan mulai 1 Januari 2025, namun faktanya sudah pertengahan Februari dan tidak ada kepastian apapun. Kami merasa hak kami sebagai tenaga pendidik tidak dihargai,” tegas Aryoni dalam orasinya.
Aryoni juga menyoroti ketidakadilan dalam distribusi Tukin antara dosen di bawah Kementerian Agama dan Kementerian Riset dan Teknologi. “Dosen di bawah Kementerian Agama sudah menerima Tukin, sedangkan kami masih menunggu tanpa kejelasan. Ini sangat tidak adil,” ujarnya dengan nada kecewa.
Ketimpangan ini, menurut Aryoni, menambah beban ekonomi para dosen. Banyak dari mereka terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Gaji pokok tidak cukup untuk menghidupi keluarga, apalagi dengan kenaikan biaya hidup yang semakin tinggi,” tambahnya.
Tidak hanya dosen, aksi ini juga mendapat dukungan dari mahasiswa. Nisbatun Nisak, mahasiswa ISI Padang Panjang, menyatakan bahwa keterlambatan Tukin berdampak pada motivasi dan profesionalisme pengajaran. “Dosen kami tetap mengajar dengan dedikasi tinggi, tapi kami tahu mereka menghadapi kesulitan ekonomi. Ini tidak adil bagi mereka yang telah berdedikasi untuk pendidikan,” ujarnya prihatin.
Nisbatun berharap pemerintah segera menyelesaikan persoalan ini agar kualitas pendidikan tidak terganggu. “Jika dosen terus dibebani dengan masalah finansial, bagaimana mereka bisa fokus memberikan yang terbaik dalam mengajar?” tambahnya.
Aksi demonstrasi ini mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap pemerintah yang dianggap tidak transparan dalam pengelolaan anggaran Tukin. Para dosen menuntut kejelasan mengenai anggaran yang seharusnya sudah dicairkan sejak 2020.
“Kami tidak hanya menuntut hak kami, tapi juga transparansi dan keadilan dalam kebijakan pemerintah. Jangan sampai anggaran untuk pendidikan tidak jelas peruntukannya,” tegas Aryoni di depan ratusan massa aksi.
Para dosen berjanji akan terus melakukan aksi hingga ada kepastian dari pemerintah. “Kami akan terus menyuarakan hak kami sampai janji itu ditepati,” pungkas Aryoni.
Aksi ini mengingatkan pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan Tukin yang berlarut-larut. Para dosen menegaskan bahwa tuntutan ini bukan sekadar masalah finansial, namun juga menyangkut keadilan dan penghargaan terhadap profesi pendidik. (Charles Nasution, R.S)