SEMARANG, Berita Merdeka Online – Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Setiap era memiliki teknologinya sendiri, dan setiap teknologi memiliki masanya.
Dalam menghadapi kemajuan kecerdasan buatan (AI), diperlukan sikap bijaksana dan adaptif agar teknologi ini dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengesampingkan peran akal manusia yang jauh lebih kompleks dan mendalam.
Di era digital saat ini, kehadiran AI tidak bisa dihindari, terutama dalam dunia jurnalistik dan pendidikan tinggi.
Kedua sektor ini memiliki peran strategis dalam membentuk sumber daya manusia yang unggul demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Oleh karena itu, dunia pers dituntut untuk mampu beradaptasi dengan AI tanpa mengorbankan prinsip dasar jurnalistik seperti akurasi, integritas, dan keberimbangan data.
Hal tersebut menjadi inti dalam Dialog 5 Rektor bertajuk “Masa Depan Pers di Era AI” yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah di Auditorium RS Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) pada Rabu, 5 Februari 2025. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 tingkat Jawa Tengah serta perayaan HUT ke-79 PWI.
Dialog ini menghadirkan para akademisi dari berbagai universitas ternama, di antaranya Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Prof. Dr. Mudzakkir Ali, M.A., Rektor Universitas Semarang (USM) Dr. Supari, S.T., M.T., Wakil Rektor III Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) M. Qomaruddin, Ph.D., Wakil Rektor Bidang Umum, Keuangan, dan SDM Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Dr. Guruh Fajar Shidik, S.Kom., M.Cs., serta Wakil Rektor III Unimus Dr. Eny Winaryati, M.Pd.

Acara ini dipandu oleh Dr. Muhammad Munsarif, S.Kom., M.Kom., dosen Unimus, dan dihadiri oleh Rektor Unimus Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd., mahasiswa dari lima perguruan tinggi, serta perwakilan dari Diskominfo Blora, PWI Jawa Tengah, dan PWI Blora.
Adaptasi AI dalam Jurnalistik dan Pendidikan
Dalam sesi pembuka, Prof. Mudzakkir Ali menyoroti bagaimana teknologi AI sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dengan nada humor, ia menanyakan kepada mahasiswa apakah mereka pernah mencoba menggunakan ChatGPT, yang langsung disambut tawa peserta.
Ia menekankan bahwa teknologi AI berkembang dengan sangat pesat dan membawa tantangan tersendiri. Mengutip pandangan ulama serta ayat suci, ia mengingatkan bahwa perubahan adalah bagian dari perjalanan manusia, dan mereka yang tidak siap beradaptasi akan tertinggal.
“Untuk menghadapi AI, kita harus memperkuat mental serta terus meningkatkan amal dan pengetahuan,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor USM, Dr. Supari menyoroti bahwa pers dan perguruan tinggi memiliki peran yang saling melengkapi dalam membentuk generasi unggul. Menurutnya, pemanfaatan AI dalam dunia jurnalistik dan pendidikan harus dilakukan secara bijak agar teknologi ini dapat memberikan manfaat optimal.
“Kita harus beradaptasi dan bahkan turut berkontribusi dalam pengembangan AI, sehingga teknologi ini dapat menjadi alat yang mendukung dunia pers dan pendidikan tinggi dalam menciptakan generasi emas Indonesia,” jelasnya.
Fakta dan Etika dalam Penggunaan AI
Dalam paparannya, M. Qomaruddin dari Unissula menegaskan bahwa AI bukanlah fenomena baru, tetapi penggunaannya dalam dunia media harus tetap berpegang pada fakta dan etika. Ia mengingatkan bahwa meskipun AI dapat membantu jurnalis dalam menyajikan berita, ada risiko besar dalam penyebaran informasi yang tidak akurat.
“Era revolusi industri 4.0 memang penuh dengan dinamika. AI adalah alat yang dapat meningkatkan kualitas jurnalistik, industri, dan pendidikan, namun kita harus waspada terhadap dampak negatifnya. Sekarang, cukup dengan mengetik beberapa kata kunci, kita bisa mendapatkan ribuan informasi, tetapi tidak semuanya benar,” katanya.
Senada dengan itu, Dr. Guruh Fajar Shidik dari Udinus menjelaskan sejarah perkembangan AI sejak 1950 hingga saat ini. Menurutnya, setiap masa membawa inovasi teknologi yang unik, dan AI kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Teknologi AI telah diterapkan di berbagai platform seperti TikTok, YouTube, dan e-commerce yang mampu menyesuaikan konten sesuai dengan preferensi pengguna,” paparnya.
Sementara itu, Dr. Eny Winaryati dari Unimus menambahkan bahwa pers harus mampu beradaptasi dengan perkembangan AI tanpa melupakan nilai-nilai fundamental dalam jurnalistik. Menurutnya, ada tiga aspek penting yang harus tetap dijaga dalam dunia jurnalistik, yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.
Memanfaatkan AI dengan Bertanggung Jawab
Dalam sambutannya, Rektor Unimus Prof. Masrukhi menegaskan bahwa dengan perkembangan teknologi, paradigma pendidikan juga mengalami perubahan. Saat ini, dosen bukan lagi satu-satunya sumber belajar, karena mahasiswa dapat mengakses berbagai informasi dari internet dan AI.

Ketua PWI Jawa Tengah, Amir Machmud, turut memberikan apresiasi kepada Unimus dan seluruh pihak yang telah mendukung penyelenggaraan dialog ini. Ia menegaskan bahwa teknologi AI memiliki sisi positif dan negatif dalam dunia jurnalistik.
“Di satu sisi, AI bisa menjadi alat yang memperkuat kualitas informasi yang disajikan oleh wartawan. Namun, di sisi lain, AI juga dapat menjadi ancaman jika tidak digunakan dengan etika yang benar,” ujarnya.
Amir menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam dunia pers saat ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga pemahaman terhadap etika jurnalistik. Wartawan harus tetap berpegang teguh pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik agar tidak terjebak dalam praktik penyebaran berita palsu atau informasi yang dapat memecah belah masyarakat.
“Pemanfaatan AI dalam dunia pers harus selalu berlandaskan etika. Jika digunakan dengan niat baik untuk menjaga integritas media dan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat, maka AI akan menjadi alat yang bermanfaat bagi dunia jurnalistik,” tegasnya. (day)