Oleh: Tawati (Pemerhati Anak dan Remaja)
Setiap hari, berita tentang remaja yang terlibat dalam aksi tawuran, kekerasan, hingga tindakan kriminal lainnya terus bermunculan. Fenomena ini menjadi potret buram yang mencerminkan kondisi generasi muda saat ini. Salah satu kejadian yang menarik perhatian adalah perang sarung yang terjadi di depan sebuah minimarket di Kecamatan Majalengka, Jawa Barat, pada Senin, 3 Maret 2025, menjelang waktu sahur di bulan Ramadan.
Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 01.13 WIB tersebut melibatkan sekelompok pemuda yang saling menyerang menggunakan sarung, sebuah fenomena yang kini dikenal dengan istilah perang sarung.
Tradisi yang Berubah Makna
Secara historis, perang sarung berasal dari tradisi masyarakat tertentu, seperti suku Bugis, yang dahulu memanfaatkannya sebagai ajang latihan beladiri. Namun, seiring waktu, maknanya berubah menjadi bentuk tawuran yang dilakukan oleh remaja demi eksistensi kelompok. Padahal, masa muda seharusnya diisi dengan kegiatan yang membangun karakter, meningkatkan prestasi, dan memperkuat akhlak mulia.
Banyak remaja yang terlibat dalam perang sarung hanya karena alasan sepele, seperti sekadar mengisi waktu luang atau ingin diakui oleh kelompoknya. Padahal, ada banyak cara positif yang bisa dilakukan untuk menyalurkan energi dan kreativitas mereka, terutama selama bulan Ramadan yang seharusnya dipenuhi dengan ibadah dan aktivitas yang mendatangkan keberkahan.
Tantangan dalam Pendidikan Moral
Jika dilihat dari sudut pandang Islam, tantangan terbesar dalam pendidikan saat ini adalah lemahnya pemahaman nilai-nilai agama. Beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran ini antara lain:
- Minimnya Pendidikan Islam yang Mendalam Remaja yang kurang memahami nilai-nilai Islam cenderung memiliki pandangan yang dangkal terhadap ajaran agama. Akibatnya, praktik ibadah dan keterlibatan dalam aktivitas keagamaan semakin berkurang. Sebagian bahkan takut untuk aktif di lingkungan berbasis keislaman karena khawatir dicap radikal atau ekstremis.
- Penurunan Moralitas Jika pendidikan Islam mampu melahirkan individu berakhlak mulia, kondisi saat ini menunjukkan sebaliknya. Banyak remaja terjerumus dalam perilaku negatif seperti kenakalan, tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga tindakan kriminal lainnya. Hal ini menunjukkan kegagalan dalam menanamkan nilai-nilai moral sejak dini.
Ketika generasi muda kehilangan pemahaman tentang etika dan moralitas Islam, dampaknya tidak hanya dirasakan secara individu, tetapi juga memengaruhi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Pendidikan sebagai Solusi
Dalam Islam, pendidikan bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga masyarakat dan negara. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan beberapa langkah berikut:
Meningkatkan Kurikulum Berbasis IslamSistem pendidikan harus mengintegrasikan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan agar nilai-nilai agama dapat tertanam dengan kuat sejak dini.
Meningkatkan Kualitas PengajaranGuru dan pendidik harus dibekali dengan pemahaman agama yang kuat agar dapat menanamkan nilai-nilai Islam dengan baik kepada peserta didik.
Mendorong Keterlibatan MasyarakatOrang tua dan masyarakat memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak. Lingkungan yang kondusif akan membantu generasi muda menghindari perilaku menyimpang.
Dalam Islam, tujuan pendidikan bukan hanya mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki ketakwaan yang tinggi. Dengan iman yang kokoh, seseorang akan mampu mengendalikan diri dan menjalani kehidupan dengan penuh tanggung jawab.
Islam sebagai Pelindung Generasi
Mencegah generasi muda dari berbagai bentuk kerusakan hanya bisa dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. Pemahaman yang utuh tentang Islam akan melahirkan generasi yang kuat, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan zaman.
Jika nilai-nilai Islam hanya diterapkan secara parsial, maka hasilnya akan setengah-setengah. Pemahaman yang keliru seperti “yang penting rajin salat, meski tidak berhijab” atau “ibadah jalan, maksiat tetap dilakukan” menunjukkan adanya pemisahan antara agama dan kehidupan sehari-hari.
Kesalehan individu harus didukung oleh sistem yang membangun komunitas berbasis nilai-nilai Islam. Dengan demikian, generasi yang dihasilkan akan sesuai dengan tujuan Islam dalam mencetak manusia yang unggul dan berkualitas.
Wallahu a’lam bishshawab.