×
Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.

Agustina Bangga Tradisi Sedekah Bumi Masih Dilestarikan Warga Semarang

Wali kota Semarang, Agustina saat menghadiri Gelar Budaya Apitan yang digelar pada Sabtu (10/5) malam di lapangan Gedawang.(Dok Humas)
Wali kota Semarang, Agustina saat menghadiri Gelar Budaya Apitan yang digelar pada Sabtu (10/5) malam di lapangan Gedawang.(Dok Humas)

SEMARANG, Berita Merdeka Online – Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, menyampaikan rasa bangga dan apresiasi kepada warga Kelurahan Gedawang, Kecamatan Banyumanik, yang masih setia melestarikan tradisi Sedekah Bumi atau Apitan.

Hal itu disampaikannya saat menghadiri Gelar Budaya Apitan di Lapangan Gedawang pada Sabtu (10/5) malam.

Menurut Agustina, tradisi Apitan bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan wujud syukur atas nikmat Tuhan sekaligus sarana mempererat kebersamaan warga.

“Tradisi apitan adalah cermin jati diri kita. Tradisi ini merupakan wujud rasa bersyukur atas hasil bumi, rezeki, kebersamaan dan kenikmatan yang selama ini kita terima,” ujarnya.

Wali kota Semarang, Agustina, saat memberi sambutan pada Gelar Budaya Apitan yang digelar pada Sabtu (10/5) malam di lapangan Gedawang.(Dok Humas)
Wali kota Semarang, Agustina, saat memberi sambutan pada Gelar Budaya Apitan yang digelar pada Sabtu (10/5) malam di lapangan Gedawang.(Dok Humas)

Ia menegaskan, pelestarian budaya lokal harus menjadi bagian dari pembangunan kota.

Semarang bukan hanya tentang infrastruktur modern, tetapi juga ruang-ruang budaya tempat nilai-nilai luhur dijaga dan diwariskan,” imbuhnya.

Untuk itu, Agustina mengajak para penerus terutama generasi muda untuk menjadi pelaku aktif pelestarian adat. “Anak-anak muda Gedawang, Karang Taruna, jadilah penjaga tradisi ini. Jangan hanya jadi penonton,” pesannya.

Rangkaian Apitan diawali dengan warga melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar, dilanjutkan doa bersama di makam leluhur Eyang Giyanti Puro, kemudian pengajian umum, melakukan santunan kepada dhuafa dan anak yatim, hingga karnaval budaya dan lomba gunungan antar-RW.

Puncak acara Apitan ditandai dengan kirab 10 gunungan hasil bumi yang diperebutkan warga yang hadir, sebagai simbol rasa syukur, kemudian acara ditutup dengan pentas Campur Sari serta Wayang Kulit sebagai bentuk nyata pelestarian budaya di tengah modernisasi.(day)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *