Oleh: Djoko Tp Waketum Inaker
JEPARA, Berita Merdeka Online – Fenomena semakin banyaknya anggota DPRD Jepara yang terlibat dalam bisnis kuliner memicu berbagai spekulasi dan kekhawatiran publik.
Di satu sisi, keterlibatan legislatif dalam aktivitas ekonomi dianggap wajar sebagai bentuk wirausaha.
Namun, di sisi lain, pola dan kecenderungan yang terjadi membuka ruang bagi dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan, konflik kepentingan, bahkan potensi praktik pencucian uang (TPPU).
Laporan ini disusun untuk memberikan kajian mendalam, menyeluruh, dan holistik, mencakup aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan-keamanan (Epoleksosbudhankam), serta analisis hukum dan yurisprudensi yang relevan.
Analisis EPOLEKSOSBUDHANKAM:
A. Aspek Ekonomi
– Potensi peningkatan sektor kuliner dan UMKM lokal.
– Distorsi pasar jika bisnis menggunakan akses politik untuk mendapatkan: ➤ Kemudahan perizinan. ➤ Penguasaan lokasi strategis. ➤ Pengurangan atau penghindaran kewajiban pajak.
– Risiko ekonomi bayangan (shadow economy) akibat praktik pencucian uang melalui laporan omzet fiktif.
B. Aspek Politik
– Penyalahgunaan jabatan untuk menguntungkan bisnis pribadi.
– Konflik kepentingan: anggota DPRD memiliki kewenangan legislasi, anggaran, dan pengawasan, namun juga berbisnis.
– Munculnya oligarki lokal, di mana elite politik memonopoli sumber ekonomi daerah.
– Erosi kepercayaan publik terhadap integritas lembaga legislatif.
C. Aspek Sosial
– Kecemburuan sosial masyarakat terhadap gaya hidup mewah politisi.
– Ketimpangan sosial semakin terlihat jelas.
– Potensi apatisme dan demoralisasi publik terhadap sistem politik.
– Normalisasi perilaku tidak etis elit daerah.
D. Aspek Budaya
– Kontradiksi dengan budaya Jepara yang menjunjung kejujuran, kerja keras, dan kepemimpinan beretika.
– Budaya gotong royong dan kesetaraan sosial tergerus oleh praktik bisnis elitis berbasis kekuasaan.
– Bahaya pewarisan budaya transaksional ke generasi muda.
E. Aspek Pertahanan dan Keamanan
– Akumulasi ketidakpuasan sosial berpotensi memicu instabilitas daerah.
– Celah infiltrasi kelompok kriminal atau mafia ke dalam ekonomi formal Jepara.
– Lemahnya ketahanan daerah akibat lemahnya integritas lembaga politik.
– Ancaman laten terhadap stabilitas sosial-politik Jepara jika praktik ini dibiarkan.
Analisis Hukum dan Yurisprudensi:
A. Potensi Pelanggaran Hukum
• UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ➤ Gratifikasi, suap, atau fee proyek yang disamarkan lewat bisnis kuliner.
• UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ➤ Penyembunyian asal-usul uang hasil kejahatan melalui bisnis keluarga, nominee, atau laporan keuangan fiktif.
• UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN ➤ Kewajiban transparansi harta kekayaan (LHKPN) bagi penyelenggara negara.
• UU Perpajakan dan Peraturan Daerah terkait Pajak Daerah ➤ Penggelapan pajak akibat laporan omzet tidak sesuai fakta.
• UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ➤ Potensi pelanggaran kode etik dan kewajiban menjaga integritas sebagai anggota DPRD.
B. Yurisprudensi (Preseden Hukum di Indonesia)
Contoh Kasus Serupa:
Kasus Setya Novanto
– Penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri dan menutupi aset lewat berbagai skema, termasuk bisnis atas nama pihak lain.
Kasus Bekas Bupati Klaten, Sri Hartini
– Menerima gratifikasi dan menyamarkan hasil korupsi lewat aset dan bisnis keluarga.
Kasus Pencucian Uang oleh Kepala Daerah di Papua
– Uang suap proyek disamarkan lewat usaha atas nama keluarga dan relasi.
Kasus Nazarudin anggota DPR
– Bisnis keluarga dipakai menampung hasil korupsi proyek pemerintah
Implikasi:
– Majelis Hakim cenderung melihat skema nominee atau bisnis keluarga sebagai bagian integral kejahatan korupsi dan pencucian uang jika bukti kuat.
– Tidak adanya nama langsung di akta atau izin usaha tidak cukup melindungi pejabat dari jerat hukum, jika keterkaitan dan aliran dana bisa dibuktikan.
Skema Modus Umum yang Perlu Diwaspadai
– Bisnis kuliner atas nama keluarga/relasi.
– Sumber dana tidak jelas, seringkali dari fee proyek atau gratifikasi.
– Laporan omzet fiktif untuk melegalkan akumulasi aset.
– Aset pribadi dibeli atas nama bisnis (mobil, tanah, rumah).
– Tidak dilaporkan dalam LHKPN.
Kesimpulan
Fenomena ini bukan sekadar tren wirausaha, melainkan membuka ruang besar bagi:
– Penyalahgunaan jabatan dan konflik kepentingan.
– Praktik pencucian uang dan penggelapan pajak.
– Erosi kepercayaan publik terhadap DPRD.
– Ketimpangan sosial dan kecemburuan publik.
– Ancaman ketahanan sosial-politik Jepara.
Rekomendasi Strategis
Penegakan Hukum Proaktif
– KPK, Kejaksaan, Kepolisian, dan PPATK perlu tracing aset, aliran dana, dan audit forensik bisnis anggota DPRD.
Transparansi dan Audit LHKPN
– Audit menyeluruh harta kekayaan anggota DPRD dan keluarga dekat.
– Kewajiban publikasi usaha sampingan pejabat secara terbuka.
Pengawasan Pajak Daerah
– Pemeriksaan omzet dan kepatuhan pajak bisnis milik anggota DPRD.
Peningkatan Etika Legislatif
– Peraturan DPRD yang melarang penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan bisnis pribadi.
Edukasi Publik dan Media Watchdog
– Media dan masyarakat sipil aktif memantau dan mengkritisi potensi penyimpangan.
Penutup
Sebagai daerah yang memiliki sejarah panjang dalam integritas dan semangat rakyat, Jepara tidak boleh menjadi ladang subur bagi praktik penyamaran kekayaan haram pejabat publik.
Upaya preventif, transparansi, dan penegakan hukum harus dilakukan demi menjaga marwah politik, keadilan sosial, dan ketahanan daerah.