Palembang, Beritamerdekaonline.com – Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) kembali menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan prasarana Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan yang dilaksanakan antara tahun 2016 hingga 2020. Berdasarkan hasil penyidikan lanjutan, tersangka berinisial PB, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI pada periode Mei 2016 hingga Juli 2017, ditetapkan melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-21/L.6.5/Fd.1/10/2024 tertanggal 30 Oktober 2024.
Berdasarkan bukti dari pemeriksaan 57 saksi, ditemukan indikasi bahwa PB menerima setoran tunai sebesar Rp18 miliar selama periode 2016–2020. Setoran tersebut dilakukan berkali-kali ke rekening PB, menunjukkan adanya aliran dana yang mengarah pada dugaan penyalahgunaan kewenangan saat PB masih menjabat di Kemenhub. Penyidik berencana menelusuri lebih lanjut potensi aliran dana lain yang diterima oleh PB, baik dari setoran langsung maupun dari sumber lain yang mencurigakan.
PB diduga melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, antara lain:
- Primair: Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
- Subsidair: Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
- Alternatif: Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Sebelum statusnya sebagai tersangka, PB telah dipanggil sebagai saksi sebanyak tujuh kali. Namun, pada pemanggilan kelima, pemberitahuan hanya diterima oleh kakak kandung PB pada tanggal 04 Oktober 2024. Sebelum Kejati Sumsel menetapkan PB sebagai tersangka, ia telah lebih dahulu ditangkap oleh Kejaksaan Agung RI atas kasus berbeda. (Yaap)