×
Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.

HUT Jakarta: Peringati Kemenangan Koalisi Nusantara Pimpinan Fatahillah

Sariat Arifia
Peneliti sejarah Islam, Sariat Arifia.(Foto Ist)

JAKARTA, Berita Merdeka Online – Sejarawan Islam, Sariat Arifia, menegaskan bahwa peringatan HUT Jakarta yang jatuh pada 22 Juni, sejatinya merupakan peringatan kemenangan koalisi Nusantara pimpinan Fatahillah dalam membebaskan Pelabuhan Sunda Kelapa dari kekuasaan Portugis pada tahun 1527.

Dalam rangka menyambut HUT ke-498 Kota Jakarta tahun ini, Sariat menyampaikan bahwa pembebasan Sunda Kelapa merupakan hasil perjuangan bersama dari berbagai kerajaan dan wilayah di Nusantara seperti Demak, Cirebon, Jepara, Tuban, dan Gresik, yang dipimpin oleh Fatahillah, seorang tokoh dari Pasai (kini Lhokseumawe, Aceh).

“Tidak akan ada Jakarta kalau tidak ada pasukan koalisi yang didukung Demak, Cirebon, Jepara, Tuban, dan Gresik pimpinan Fatahillah dari Pasai. Itu hasil perjuangan bersama,” tegasnya, Kamis (3/7).

Sariat yang telah lebih dari lima tahun meneliti sosok Fatahillah dengan metode grounded theory secara mandiri, berharap agar Museum Fatahillah di Jakarta dapat dikembangkan menjadi Museum Perjuangan Jakarta Fatahillah.

Ia menilai museum tersebut harus mampu menampilkan narasi dan koleksi sejarah yang mengungkap kontribusi berbagai daerah dalam perjuangan membebaskan Sunda Kelapa.

“Perlu ada koleksi benda sejarah dari Pasai, Demak, Cirebon, Tuban, dan lainnya, termasuk narasi perjuangan pembebasan Sunda Kelapa yang juga terkait dengan ekspedisi militer Pateh Unus ke Malaka,” ujar Sariat.

Ia juga menjelaskan bahwa Pelabuhan Sunda Kelapa pada masa itu merupakan pelabuhan yang sangat penting dan ramai, menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dengan pelaku usaha dari berbagai penjuru Nusantara dan mancanegara. Lokasinya yang strategis membuat pelabuhan ini menjadi incaran kekuatan kolonial.

Sariat menambahkan bahwa proses pembebasan Sunda Kelapa bukan peristiwa instan, melainkan bagian dari perjalanan panjang.

“Diawali dari agresi Portugis ke Kesultanan Pasai, lalu hijrah Fatahillah ke tanah Jawa, bergabung dengan Kesultanan Demak, dan kemudian menggalang dukungan lintas wilayah untuk menghadapi Portugis di pelabuhan tersebut,” tuturnya.

Lukmanul Hakim
Anggota DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim.(Foto Ist)

Menanggapi hal ini, anggota DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim, menyampaikan dukungannya terhadap gagasan pengakuan kontribusi daerah lain dalam peringatan HUT Jakarta.

Menurutnya, Jakarta sebagai ibu kota harus mengapresiasi sejarah kolektif berdirinya kota tersebut.

“Kalau tiap HUT Jakarta kita undang daerah-daerah yang dulu turut membebaskan Sunda Kelapa, itu keren. Itu bentuk penghargaan sejarah,” ujar Bang Lukman, sapaan akrabnya.

Lukman juga mendorong agar Museum Fatahillah dikembangkan lebih lanjut menjadi museum perjuangan yang menampilkan perjalanan sejarah pembentukan Jakarta, termasuk narasi lintas daerah yang terlibat.

Berdasarkan catatan sejarah, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta atau Jakarta, yang berarti Kota Kemenangan, setelah berhasil mengusir Portugis.

Meski demikian, masih terdapat sejumlah versi sejarah terkait ke mana Fatahillah pergi pasca kemenangan tersebut—ada yang menyebut ia kembali ke Cirebon, Demak, atau bahkan ke Banten.

Sariat menutup pernyataannya dengan mengatakan bahwa hasil lengkap penelitian timnya akan dipublikasikan dalam bentuk buku.

“Bukan hanya tentang ke mana Fatahillah setelah kemenangan, tetapi juga di mana dia wafat dan dimakamkan, semua akan kami ungkap. Tunggu publikasinya,” tandasnya.(day)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *