Kota Langsa, Berita Merdeka Online – Aroma tak sedap menyelimuti pengelolaan dana insentif fiskal tahun 2024 di Kota Langsa. Dana jumbo senilai Rp17,4 miliar lebih yang seharusnya menyentuh kebutuhan rakyat, kini justru menyulut kecurigaan publik dan desakan investigasi serius.
Ketua Corruption Investigation Committee (CIC) Kota Langsa, Bakhtiar M. Saleh, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan mengusut dugaan penyimpangan dana tersebut. Tak main-main, ia menuntut agar Kepala Badan Pengelola Keuangan Kota Langsa segera diperiksa.
“Kami dukung penuh APH membongkar tuntas persoalan ini. Jangan sampai dana publik ini jadi bancakan segelintir orang di balik meja,” tegas Bakhtiar, Sabtu (24/5/2025).
Baca Juga:
Langsa tercatat sebagai penerima insentif fiskal terbesar se-Aceh tahun ini. Dana tersebut terbagi dalam tiga kategori: penghapusan kemiskinan ekstrem (Rp5,56 miliar), penurunan stunting (Rp5,55 miliar), dan percepatan kinerja daerah (Rp6,36 miliar). Namun, realisasi di lapangan dinilai minim dampak, bahkan nyaris tak terasa di masyarakat.
Minimnya keterbukaan informasi jadi biang keresahan. Akses publik terhadap penggunaan anggaran tertutup rapat, seolah ada yang disembunyikan.
“Kalau dana digunakan sebagaimana mestinya, kenapa takut dibuka? Ini soal keuangan rakyat, bukan proyek pribadi,” sindir Bakhtiar.
Tak hanya sekadar suara di media, CIC telah melakukan upaya konfirmasi. Pada Rabu (22/5/2025), wartawan media ini mencoba menghubungi Kepala Badan Pengelola Keuangan via WhatsApp. Hasilnya? Pesan terbaca, tapi tak dibalas—seolah ada ketakutan atau sikap cuek terhadap keterbukaan publik.
“Publik berhak tahu ke mana uang itu mengalir. Jangan sampai jadi modus baru korupsi berjubah insentif,” tambah Bakhtiar.
Ia menegaskan, APH wajib mengendus potensi penyimpangan sejak dini. Pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan harus segera dilakukan untuk memastikan dana tersebut digunakan sesuai amanah.
“Rakyat tidak bisa dibohongi terus. Kami akan kawal hingga jelas. Kalau ada yang bermain, hukum harus turun tangan,” tandasnya.
Dana insentif ini bukan sekadar anggaran—ini kepercayaan negara terhadap daerah. Ketika hasilnya nihil dan informasinya buram, maka patut dipertanyakan: apakah pengelolaannya sehat, atau sudah dijangkiti kepentingan pribadi?
Peringatan keras dilontarkan publik. Jangan sampai Langsa menyusul jejak kota lain yang terjerat kasus korupsi insentif fiskal. Transparansi dan akuntabilitas bukan pilihan—itu kewajiban.
Bakhtiar menutup pernyataannya dengan sentilan tajam, “Kalau memang bersih, kenapa mesti risih?” Candaan penuh makna yang menyiratkan: hanya yang kotor yang takut diselidiki. (Saniman)