Tolitoli, Berita Merdeka Online – 28 Juni 2025. Satuan Reskrim Tipikor Polres Tolitoli resmi menahan Kepala Desa Oyom, Kecamatan Lampasio, berinisial A, atas dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022 dan 2023.
Penahanan ini menyusul penetapan dan penahanan Bendahara Desa Oyom berinisial S alias M pada Mei 2025 lalu. Keduanya diduga kuat terlibat dalam penyalahgunaan anggaran desa hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp912.289.241, berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Tolitoli.
Kasat Reskrim Polres Tolitoli, IPTU Erick Wijaya Siagian, S.Trk, menjelaskan bahwa Kades Oyom A resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 26 Juni 2025 setelah penyelidikan mendalam oleh penyidik.
“Ada indikasi kuat bahwa dana desa diselewengkan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian dua unit motor, laptop, hingga pembangunan rumah bendahara desa,” ungkap Erick.
Berikut rincian kerugian keuangan negara:
- Kegiatan fiktif tanpa bukti pertanggungjawaban:
Rp359.038.569 (2022: Rp91.174.900 | 2023: Rp267.863.669) - Kemahalan harga barang:
Rp131.579.400 (2022: Rp36.693.850 | 2023: Rp94.885.550) - Pengadaan barang/jasa tidak sesuai prosedur:
Rp361.992.000 (2022: Rp42 juta | 2023: Rp319.992.000) - Pajak tidak disetorkan:
Rp65.722.370 (2022: Rp33.630.813 | 2023: Rp32.091.557)
Menurut penyelidikan, bendahara S tidak sepenuhnya menyalurkan anggaran ke PPKD. Tahun 2022 hanya disalurkan Rp679.785.800 dari total Rp1,5 miliar lebih, sementara sisanya dikelola sendiri. Hal serupa juga terjadi di tahun anggaran 2023.
“Pengelolaan dana dilakukan secara pribadi oleh bendahara dengan sepengetahuan dan kemungkinan besar atas arahan kepala desa. Ada juga pengadaan bibit durian dan coklat sambung pucuk yang dilakukan sepihak,” jelas Erick.
Penyidik telah memeriksa 47 saksi dan 5 orang ahli, serta menyita sejumlah barang bukti, termasuk dua motor (CRF dan Yamaha Lexi), dua unit laptop, dan material bangunan.
Selain itu, Kades Oyom juga diduga menerima uang Rp18 juta dari rekanan penyedia barang dan material lainnya yang telah dianggarkan dalam APBDes, namun tetap diterima dari pihak luar.
IPTU Erick menegaskan bahwa kasus ini disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3, Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
“Kami tidak main-main dalam pemberantasan korupsi di daerah. Semua proses hukum akan berjalan transparan dan tegas,” pungkasnya. (Alm)