×
Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.

Kejati Bengkulu Wujudkan Hukum Humanis Lewat Restorative Justice

Bengkulu, Berita Merdeka Online – Kejaksaan Tinggi Bengkulu kembali menegaskan komitmennya dalam menghadirkan hukum yang humanis dan solutif melalui pendekatan keadilan restoratif. Pada Senin, 30 Juni 2025, Wakil Kepala Kejati Bengkulu, Sukarman Sumarinton, S.H., M.H., bersama Asisten Tindak Pidana Umum, Herwin Ardiono, S.H., memimpin ekspose perkara tindak pidana ringan ke hadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM).

Perkara yang dibahas melibatkan tersangka Refi bin Asmadi, yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP karena terlibat perkelahian dengan korban Evan Merdiansyah. Berdasarkan hasil ekspose dan sejumlah pertimbangan hukum serta sosial, perkara ini disetujui untuk diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ).

Keputusan untuk menyelesaikan perkara secara restoratif didasarkan pada tujuh pertimbangan utama:

  1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  2. Ancaman pidana tidak lebih dari 2 tahun 8 bulan.
  3. Akar permasalahan hanya kesalahpahaman personal.
  4. Tersangka telah meminta maaf secara terbuka.
  5. Korban memaafkan tanpa tekanan.
  6. Perdamaian dicapai secara sukarela dan itikad baik.
  7. Respons masyarakat sangat mendukung pendekatan damai.

Wakajati Bengkulu menegaskan bahwa penyelesaian seperti ini bukanlah bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hukum, melainkan cara untuk menyelesaikan konflik sosial secara adil dan bermartabat.

“Restorative Justice bukan untuk menghapus hukum, melainkan mengembalikan harmoni sosial yang terganggu. Ini adalah bentuk kehadiran hukum yang menyentuh sisi kemanusiaan,” ujar Sukarman.

Dalam proses tersebut, tersangka dan korban telah dipertemukan dalam mediasi. Permintaan maaf disampaikan dan diterima, serta kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Kejaksaan menilai bahwa dengan penyelesaian damai tersebut, rasa keadilan telah tercapai tanpa perlu menempuh jalur litigasi panjang.

“Kami ingin memperlihatkan bahwa hukum tidak melulu bersifat represif. Dalam kondisi tertentu, ia harus mampu menjadi alat pemulihan, bukan hanya penghukuman,” tambah Herwin Ardiono.

Dengan disetujuinya penyelesaian perkara ini melalui RJ, Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara bersama Kejati Bengkulu membuktikan bahwa hukum dapat berjalan berdampingan dengan nilai kemanusiaan. Proses ini tidak hanya menyelamatkan individu dari hukuman yang berlebihan, tetapi juga mencegah stigma sosial yang dapat merusak masa depan tersangka maupun korban.

Langkah Kejati Bengkulu ini sekaligus menjadi bukti bahwa lembaga penegak hukum mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat yang menginginkan penyelesaian hukum yang adil, cepat, dan menyentuh akar persoalan. (Yaap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *