×
Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.

Koperasi Merah Putih dan Babak Baru Ekonomi Nagari di Kabupaten Solok

Koperasi Merah Putih dan Babak Baru Ekonomi Nagari di Kabupaten Solok
Oleh: Nazwirman Koto

Solok, Berita Merdeka Online — Kabupaten Solok baru saja mencatat sejarah. Lewat kerja cepat dan solid, daerah ini meraih penghargaan nasional sebagai yang tercepat dalam membentuk Koperasi Merah Putih di Sumatera Barat. Tapi pertanyaannya bukan sekadar “sudah membentuk?”—melainkan “lalu apa?”
Dibalik seremoni penyerahan penghargaan dari Wakil Menteri Koperasi RI kepada Wakil Bupati H. Candra, tersimpan satu pelajaran penting: ketika pemerintah daerah mau bergerak secara terstruktur dan masyarakat dilibatkan sebagai aktor utama, maka program pusat bisa benar-benar hidup dan tidak mandek di atas kertas.

Sebanyak 67 dari 74 nagari telah memiliki struktur kepengurusan koperasi, dan dua lagi sedang dalam tahap finalisasi. Ini bukan angka kecil. Apalagi jika kita melihat track record sebagian besar daerah di Indonesia, yang kerap “gagap” ketika diminta menjalankan program prioritas nasional. Kabupaten Solok menunjukkan bahwa dengan kepemimpinan yang terarah dan gotong royong yang nyata, percepatan bisa terjadi.

Namun, euforia jangan sampai menutupi persoalan berikutnya yang jauh lebih menantang: membuat koperasi benar-benar berfungsi.

Program Koperasi Merah Putih bukanlah proyek sesaat. Berdasarkan Inpres No. 9 Tahun 2025, koperasi ini dirancang untuk jadi mesin penggerak ekonomi desa—bukan hanya formalitas kelembagaan. Ia harus mampu mendistribusikan pangan murah, mengendalikan harga bahan pokok, dan pada akhirnya, memperkuat daya beli masyarakat desa yang selama ini jadi korban fluktuasi pasar.
Artinya, koperasi tidak cukup hanya dibentuk. Ia harus dijalankan dengan manajemen yang sehat, pengawasan yang ketat, dan dukungan teknologi.

Transparansi, digitalisasi, dan akuntabilitas harus menjadi kata kunci. Kalau tidak, koperasi ini akan bernasib sama seperti banyak koperasi lain di masa lalu—mati suri, atau bahkan jadi ladang korupsi kecil-kecilan.

Dalam konteks ini, apresiasi yang diterima Kabupaten Solok harus dibaca sebagai titik tolak, bukan titik akhir. Pemerintah pusat boleh bangga, daerah boleh bergembira, tapi yang lebih penting adalah masyarakat benar-benar merasakan dampaknya. Apakah harga sembako lebih stabil? Apakah akses pangan lebih mudah? Apakah petani dan pelaku UMKM desa merasakan kehadiran koperasi sebagai mitra?
Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu masih “belum,” maka kerja belum selesai.
Solok telah memimpin dalam membentuk. Kini saatnya memimpin dalam membuktikan. (Ikhlas YP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *