×
Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.

PT AGL Caplok Lahan Warga, Desa Ramang

RDP DPRD Pulpis soal konflik lahan PT AGL dan warga Ramang
DPRD Pulang Pisau gelar RDP soal konflik lahan Ramang

Pulang Pisau, Berita Merdeka Online – Arogansi korporasi kembali mencuat di Kabupaten Pulang Pisau. PT Agrindo Green Lestari (PT AGL) dituding secara sepihak mencaplok lahan milik warga Desa Ramang, memicu kemarahan publik. Situasi memanas hingga DPRD Pulang Pisau terpaksa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin, 2 Juni 2025.

RDP berlangsung panas. Dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Tandean Indra Bela, forum ini dihadiri para anggota dewan lintas komisi, Camat Banama Tingang, para kepala desa, ketua Apdesi Pulpis, Ketua DAD Kabupaten, serta kuasa hukum Kades Ramang. Dari pihak perusahaan, hadir manajemen dan humas PT AGL—yang justru menyulut emosi publik dengan pernyataan sepihak mereka.

Perangkat Desa Ramang membuka RDP dengan data bahwa lahan yang disengketakan dikelola warga sejak lama. Namun PT AGL tiba-tiba mengklaimnya sebagai milik mereka, berdasar Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak jelas asal-usulnya. “Dasar HGU PT AGL kabur dan cacat legalitas,” tegas salah satu Kaur Desa.

RDP DPRD Pulpis soal konflik lahan PT AGL dan warga Ramang
DPRD Pulang Pisau gelar RDP soal konflik lahan Ramang

Kuasa hukum Kepala Desa Ramang, Adv. Haruman Supono, SE, SH, MH, AAIJ, menyebut kriminalisasi terhadap kliennya adalah bentuk brutalitas hukum. “Kepala desa yang membela hak rakyat malah dijadikan tersangka. Ini bukan sekadar kriminalisasi, ini pelanggaran HAM terang-terangan!” ujar Haruman dengan nada tinggi.

Ia menambahkan, perkara ini segera disidangkan. Pihaknya akan mengajukan pengalihan status tahanan bagi sang kades dari rutan ke tahanan kota atau rumah. “Objek perkara sudah tidak sah karena SKT dicabut. Maka, ini masuk kategori error in persona dan error in objecto. Jaksa seharusnya menuntut bebas!” tegasnya.

Haruman mendesak agar proses hukum tak dijadikan alat perusahaan untuk menekan rakyat. Menurutnya, penyelesaian seharusnya masuk ranah perdata atau restorative justice (RJ), bukan kriminalisasi pemimpin desa yang membela rakyatnya.

Di sisi lain, DPRD Pulang Pisau mendesak PT AGL agar berhenti bersilat lidah dan mulai bersikap gentleman. “Kalau memang punya legalitas yang sah, buktikan! Jangan pakai tekanan dan kriminalisasi!” ujar salah satu anggota dewan yang turut hadir.

Forum RDP juga mencatat bahwa PT AGL belum pernah melakukan proses clear and clean secara terbuka. Warga bahkan tidak pernah diajak duduk bersama. “Jika perusahaan tetap bersikap angkuh, konflik ini akan meledak lebih besar,” ujar tokoh masyarakat.

Kemarahan publik terus bergelora. Semua pihak kini menanti sidang perdana di pengadilan yang akan menjadi ujian integritas aparat hukum: berpihak kepada keadilan atau tunduk pada kuasa modal. (Niko Alda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *