BREBES, Berita Merdeka Online – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Brebes terus berinovasi dalam menghadapi persoalan sampah yang semakin kompleks.

Melalui Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Sampah Tingkat Kecamatan dan Sosialisasi Program “Bestie” (Balai Edukasi Sampah Terintegrasi), DLH Brebes memperkenalkan arah baru pengelolaan sampah yang berkelanjutan sekaligus bernilai ekonomi.

Kegiatan yang digelar di Pendopo 2 Bumiayu, Rabu (29/10/2025), diikuti oleh para kepala desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta pengelola sampah dari tiga kecamatan: Bumiayu, Tonjong, dan Paguyangan.

Mewakili Kepala DLH Brebes, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3, dan Pengendalian Pencemaran, Indriyani, S.Sos., M.M., memimpin langsung sosialisasi tersebut. Ia menekankan pentingnya perubahan paradigma masyarakat dalam memandang persoalan sampah.

“Selama ini masyarakat masih berpikir bahwa sampah adalah tanggung jawab pemerintah. Padahal, tanggung jawab utama justru ada pada setiap individu,” tegas Indriyani.

Menurutnya, permasalahan sampah kini menjadi isu krusial di Kabupaten Brebes. Tumpukan sampah masih kerap ditemukan di sungai, lahan kosong, hingga saluran irigasi.

Kondisi tersebut membuat Brebes termasuk dalam 243 daerah di Indonesia yang menerima sanksi administrasi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) karena masih menerapkan sistem open dumping atau pembuangan sampah terbuka.

Berdasarkan data DLH, Brebes menghasilkan sekitar 1.300 ton sampah per hari, namun hanya sekitar 300 ton yang berhasil diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sisanya masih tercecer dan berpotensi mencemari lingkungan.

Menjawab tantangan tersebut, DLH Brebes meluncurkan program “Bestie” sebagai inovasi baru dalam pengelolaan sampah berbasis edukasi dan pemberdayaan masyarakat di tingkat kecamatan dan desa.

“Program “Bestie” menjadi langkah awal untuk mengubah pola pikir masyarakat agar tidak lagi memandang sampah sebagai beban, melainkan sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomi,” ujar Indriyani.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Drs. Pranoto, M.Sc., Guru Besar Biomolekul dan Ahli Lingkungan dari Universitas Muhadi Setiabudi (UMUS) Brebes, yang juga berkolaborasi dengan Universitas Airlangga Surabaya, memaparkan rancangan besar pengelolaan sampah berbasis teknologi energi terbarukan.

“Pendekatan biogas menjadi solusi strategis untuk mengubah sampah menjadi sumber energi ramah lingkungan. Ini bukan sekadar penanganan limbah, tetapi transformasi menuju ekonomi hijau,” jelas Prof. Pranoto.

Untuk wilayah pedesaan yang jauh dari pusat pengolahan utama, UMUS mengembangkan model EDU-SEMESTA UMUS (ESEM_UMUS), yaitu sistem edukasi dan pemberdayaan masyarakat berbasis karakter lokal dan potensi ekonomi desa.

Model ini mencakup dua inovasi utama:

1. Pengolahan Sampah Organik – “PAS-PROBIOTIK”
Sampah organik diolah menjadi pakan ternak dan pupuk organik menggunakan teknologi probiotik ramah lingkungan.

2. Pengolahan Sampah Anorganik – Konversi Plastik Jadi BBM
Sampah plastik dikonversi menjadi bahan bakar minyak (BBM) setara Pertalite, yang berpotensi memperkuat kemandirian energi lokal.

Sebagai tahap awal, Desa Dukuhjeruk, Kecamatan Banjarharjo, akan menjadi lokasi percontohan program ESEM_UMUS.

Indriyani menegaskan, keberhasilan pengelolaan sampah tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada perubahan perilaku masyarakat.

“Selama pola pikir kita belum berubah, sampah akan tetap menjadi masalah. Padahal, jika diolah dengan benar, sampah bisa menjadi energi baru dan sumber ekonomi bagi masyarakat,” tandasnya.

Dengan peluncuran program “Bestie” serta kolaborasi antara pemerintah daerah dan kalangan akademisi, DLH Brebes optimistis dapat mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang modern, berkelanjutan, dan berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat. (Wawan Bambang AK)