Jeneponto, BeritaMerdekaOnline.com — Aroma ketimpangan hukum kembali menyeruak di Kabupaten Jeneponto. Setelah Kepala Dusun (Kadus) Karmawan resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Bustang, kini publik menyoroti lambannya aparat kepolisian menindaklanjuti peran Lotteng, yang diduga turut memukul korban dalam peristiwa di Desa Tanjonga.
Desakan agar Lotteng juga ditetapkan sebagai tersangka datang langsung dari istri Bustang, yang merasa kecewa dengan langkah aparat penegak hukum. Ia menilai, penanganan kasus ini tidak adil dan terkesan pilih kasih.
“Saksi-saksi sudah jelas menyebut ada dua orang yang memukul. Tapi kenapa cuma satu yang ditetapkan tersangka? Kami minta keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu,” ujarnya dengan nada kecewa, Jumat (31/10/2025).
Kanit Reskrim Polres Jeneponto, Aipda Jusman, membenarkan bahwa laporan terkait penganiayaan tersebut memang ditangani oleh pihaknya. Menurutnya, Karmawan telah ditetapkan tersangka, sementara untuk Lotteng masih dilakukan pendalaman.

“Untuk Lotteng masih kami dalami. Kemungkinan tersangka masih terbuka, tergantung alat bukti apakah mencukupi atau tidak,” terang Jusman.
Namun, pernyataan tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Publik menilai, kepolisian terlalu berhati-hati dan dinilai menunda keadilan.
Kasus ini semakin rumit ketika diketahui bahwa baik Karmawan maupun Bustang sama-sama ditahan, namun di tempat berbeda.
- Karmawan ditahan di Polres Jeneponto,
- Sedangkan Bustang ditahan di Polsek Binamu.
Polisi menyebut peristiwa itu sebagai perkelahian dua arah, bukan penganiayaan sepihak. Tetapi fakta bahwa Lotteng, yang disebut turut memukul, belum juga ditetapkan tersangka, memicu kecurigaan adanya perlakuan hukum yang tidak setara.
“Kalau sama-sama bergumul, seharusnya hukum juga berlaku sama. Jangan ada yang diselamatkan,” ujar salah satu tokoh masyarakat Tanjonga.
Menanggapi kontroversi tersebut, Koordinator Justice and Media Center (JAMC) Sulsel, Romansyah Talib, meminta kepolisian lebih transparan dalam menangani kasus ini. Ia menegaskan bahwa publik berhak mengetahui arah proses hukum secara terbuka.
“Kami menghormati kehati-hatian penyidik, tapi publik juga berhak tahu ke mana arah kasus ini. Jangan sampai ada diskriminasi hukum,” tegas Romansyah.
Ia memastikan JAMC akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Keadilan tidak boleh kabur di tengah tumpang tindih laporan. Rakyat menunggu kejelasan, bukan alasan,” ujarnya menambahkan.
Kasus Tanjonga kini memasuki tahap penting penyidikan. Desakan agar Lotteng segera ditetapkan tersangka menjadi ujian bagi profesionalitas dan keberanian aparat hukum di Jeneponto.
Masyarakat menuntut satu hal sederhana: hukum harus ditegakkan sama rata, tanpa pandang bulu.
“Kalau benar keadilan itu buta, maka jangan biarkan ia dipasangi kacamata kepentingan,” pungkas Romansyah. (Zul)




Tinggalkan Balasan