BEKASI, Berita Merdeka Online – Kuasa hukum Joshua Hadi Syahputra dan Mathias Rangkore menilai kasus yang menjerat kedua kliennya merupakan bentuk kriminalisasi terhadap perkara perdata yang dipaksakan menjadi pidana.

Hal ini disampaikan oleh Indra Gunawan, selaku kuasa hukum keduanya, dalam pernyataan resminya, Selasa (21/10).

Menurut Indra, perkara tersebut bermula dari laporan polisi yang dibuat oleh Isnowo, pejabat BPR Sinar Terang, terhadap dua debitur bernama Firman dan Sanusi. Laporan polisi dengan Nomor: LP/B/1480/VIII/2024/Polres Bekasi itu menuduh keduanya melakukan penipuan dan penggelapan sebagaimana Pasal 378 jo. 372 KUHP.

Keduanya merupakan nasabah sekaligus pemilik agunan dengan nilai jaminan Rp1,8 miliar untuk fasilitas kredit senilai Rp770 juta.

Dalam perkembangannya, penyidik Polres Kota Bekasi kemudian juga menetapkan tiga pegawai BPR Sinar Terang sebagai tersangka, yakni Joshua Hadi Syahputra selaku marketing, Mathias Rangkore staf legal, dan Boyzar Lukman direktur bank tersebut.

Mereka disangkakan pasal yang sama dengan tambahan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan, dengan alasan “kelalaian meloloskan kredit”.Kasus di BPR Sinar Terang

Indra menilai penetapan itu tidak berdasar, sebab perjanjian kredit telah dibuat secara sah dan mendapat persetujuan Komite Kredit.

“Joshua hanya membantu menyiapkan berkas nasabah, dan Mathias memeriksa kelengkapan hukum. Keputusan kredit ada pada direksi dan komite,” ujarnya.

Ia juga menyoroti dugaan penyimpangan prosedur hukum dalam tahap penuntutan. Menurutnya, jaksa menambahkan tiga pasal baru dari UU Perbankan—Pasal 49 ayat (1) huruf a, b, dan c—tanpa dasar penyidikan, tanpa SPDP baru, dan tanpa pemeriksaan tambahan.

“Ini pelanggaran terhadap Pasal 109 ayat (1) KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi. Penambahan pasal tanpa penyidikan baru adalah tindakan sewenang-wenang,” tegas Indra.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bekasi, debitur utama Firman bersaksi bahwa tidak ada persekongkolan dengan pihak bank. Ia juga telah menyerahkan agunan rumah senilai Rp1,8 miliar kepada pihak bank.

“Fakta ini menunjukkan tidak ada kerugian riil bagi bank, sehingga seharusnya diselesaikan secara perdata, bukan pidana,” kata Indra.

Kuasa hukum menilai tuntutan jaksa yang menuntut Joshua dan Mathias masing-masing 10 tahun penjara serta denda Rp10 miliar merupakan bentuk ketidakadilan hukum.

“Kasus ini mencerminkan tajamnya hukum ke bawah, namun tumpul ke atas,” pungkas Indra.(day)