Bengkulu, BeritaMerdekaOnline.com — Sidang perdata perlawanan eksekusi terhadap lahan PAUD Al-Amin kembali digelar di Pengadilan Negeri Bengkulu, Rabu (29/10/2025). Persidangan yang telah menarik perhatian publik itu kini memasuki babak penting: pemeriksaan saksi terakhir dari pihak pelawan.

Kuasa Hukum PAUD Al-Amin, Rizki Dini Hasanah, S.H, menyampaikan rasa syukur atas selesainya agenda pembuktian dari pihak mereka.

“Alhamdulillah, setelah perjuangan panjang, akhirnya kami tiba di tahap akhir pembuktian saksi. Ini adalah ujung dari perjuangan panjang kami untuk mencari keadilan,” ujar Dini usai sidang.

Sidang perdata PAUD Al-Amin di Pengadilan Negeri Bengkulu, kuasa hukum hadir membela hak pendidikan anak-anak.
Kuasa hukum PAUD Al-Amin, Rizki Dini Hasanah, S.H., Rustam Effendi, S. H dan tim menghadiri sidang perdata perlawanan eksekusi lahan di Pengadilan Negeri Bengkulu, Rabu (29/10/2025).

Dini juga mengungkapkan bahwa pihak terlawan tidak menghadirkan saksi sama sekali, sehingga fakta-fakta yang dihadirkan oleh pihaknya menjadi dominan dalam persidangan.

“Dan ternyata pihak terlawan tidak mengajukan saksi. Ini menunjukkan lemahnya dasar hukum yang mereka miliki,” tegasnya.

Fakta Sidang: Tak Ada Sita Jaminan dan Ukur Tanah oleh BPN

Dini menjelaskan, selama persidangan tidak ditemukan bukti adanya sita jaminan maupun pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Tidak pernah ada KPKNL ataupun sita jaminan dari objek perkara terhadap Pegadaian, Bank Bengkulu, atau KPKNL. Bahkan BPN pun tidak pernah melakukan pengukuran yang menjadi dasar terbitnya sertifikat,” ungkapnya.

Hal ini memperkuat dugaan bahwa eksekusi lahan PAUD Al-Amin dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah, sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lembaga pendidikan dan masyarakat sekitar.

Kuasa Hukum: Ada Dugaan Pelanggaran dan Kriminalisasi

Kuasa Hukum lainnya, Rustam Effendi, S.H, menilai bahwa proses eksekusi di lapangan sarat dengan pelanggaran hukum.

“Pertanyaan-pertanyaan pihak terlawan cenderung menjurus untuk menghindari tanggung jawab. Bahkan, ada indikasi upaya cuci tangan,” jelasnya.

Rustam menuding adanya upaya kriminalisasi terhadap warga bernama Henry, yang ditangkap tanpa bukti kuat.

“Henry dituduh sebagai pelaku pembakaran, padahal bukan dia. Penangkapan itu menyalahi hukum dan etika kepolisian,” tambahnya.

Ia pun meminta Propam Polda Bengkulu segera menindaklanjuti laporan dugaan keterlibatan oknum aparat keamanan dalam peristiwa tersebut.

Lebih lanjut, Rustam mengungkap bahwa eksekusi dilakukan sebelum panitera hadir di lokasi, yang secara hukum dianggap cacat prosedur.

“Gedung PAUD sudah dieksekusi, alat-alat dibuang, dan anak-anak dipaksa pulang sebelum panitera datang. Ini jelas pelanggaran serius,” tegasnya.

Dugaan Mafia Tanah dan Harapan Keadilan

Kuasa Hukum Arif Hidayatullah Hakim, SH, juga menyoroti adanya praktik dugaan mafia tanah dalam kasus ini.

“Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung telah menyurati Kejati Bengkulu. Kami menunggu langkah nyata berikutnya,” ujarnya.

Arif juga menyoroti tindakan aparat yang dianggap tidak sesuai kode etik dalam melakukan penangkapan.

“Menangkap orang tanpa bukti itu sudah menyalahi kode etik polisi. Ini harus diselidiki,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Rustam menegaskan pentingnya perlindungan hukum bagi anak-anak yang kehilangan hak pendidikan.

“Anak-anak ini korban sesungguhnya. Mereka kehilangan sekolah dan masa depan karena ketidakadilan,” pungkasnya.***

Editor: Redaksi